Hakikat Komunikasi

Oleh: Rizkiani Safitri
(Disampaikan sebagai Tugas Kuliah Kegiatan Humas)

Komunikasi merupakan hal yang pasti dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya, demikian juga dengan hewan. Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam menjalani kehidupannya. Bahkan seorang bayi pun sudah dapat melakukan komunikasi, seperti ketika ia menangis itu bias jadi menandakan bahwa ia sedang lapar atau tidak nyaman. Maka jelaslah bahwa komunikasi adalah hal penting yang harus dipelajari dan dipahamai.
Setiap perilaku dapat menjadi komunikasi bila kita memberi makna terhadap perilaku orang lain atu perilaku kita sendiri. Setiap orang akan sulit untuk tidak berkomunikasi karena setiap perilaku berpotensi untuk menjadi komunikasi untuk ditafsirkan.
 
Pada saat seseorang tersenyum maka itu dapat ditafsirkan sebagai suatu kebahagiaan, ketika orang itu cemberut maka dapat ditafsirkan bahwa ia sedang ngambek. Ketika seseorang diam dalam sebuah dialog itu bisa diartikan setuju, malu, segan, marah, atau bahkan malas atau bodoh. Diam bisa diartikan setuju seperti perlakuan Rasulullah saw. yaitu ketika ada seorang sahabat yang menggosaok giginya ketika berwudhu, ini menunjukkan bahwa beliau setuju dengan perlakuan sahabat tadi namun tidak dengan penegasan. Secara implisit semua perlakuan manusia dapat memiliki makna yang akhirnya bernilai komunikasi.

Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya (Effendi, 2002, p.28). pikiran bisa merupakan gagasan informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa merupakan keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya, yang muncul dari lubuk hati.


Pikiran bersama perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain itu oleh walter lippman itu dinyatakan picture in our head dan oleh walter hagemann disebut bewustseinsinhalte. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy, 2005, p.11).


Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (massage) , orang yang menyatakan pesan disebut komunikator (communicator) sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan (communicatee). Untuk tegasnya komunikas berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. (Effendy, 2002, p.28).


Manusia sebagai mahluk social sangat membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Saling ketergantungan ini dapat terjalin secara baik jika terjadi komunikasi yang baik. Pentingnya komunikasi dengan media bahasa yang dapat saling dipahami dapat dirasakan oleh kita ketika kita membutuhkan bantuan orang lain. Adapun caranya sudah sangat beragam, bisa bicara secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung misalnya melalui telepon.


Menurut KKBI komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat diterima. Dengan berkomunikasi, kita dapat saling berhubungan satu sama lain baik dirumah, sekolah, tempat kerja, lingkungan masyarakat, maupun dimanappun kita berada. Berkomunikasi pun tidak hanya dengan sesama manusia, akan tetapi juga berkomunikasi dengan Tuhan dan segala ciptaanya. 
Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan kita. Penelitian menyebutkan bahwa 70% waktu bangun kita gunakan untuk berkomunikasi. Disadari atau tidak, komunikasi menentukan kualitas hidup kita. Sebab, komunikasi bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan, merupakan juga sebagai seni bergaul.


Mungkin kita pernah merasa kurang simpati kepada seseorang karena cara bicaranya yang tidak mengenakan hati. Verdaber berpendapat ada 4 tingkatan tujuan orang berkomunikasi :
1.    Pada tingkat social pertama, orang berkomunikasi untuk kesenangan belaka.
2.    Pada tingkat social kedua, orang berkomunikasi untuk menunjukan keterkaitanya dengan orang lain.
3.    Pada tingkat social ketiga, orang berkomunikasi untuk mbangun dan memelihara hubungan.
4.    Pada tingkat social keempat, orang berkomunikasi untuk menegaskan hubungan-hubungan mereka.

     Secara umum, komunikasi pun bukan hanya berkomunikasi secara verbal, melainkan juga merupakan bahasa nonverbal (bahasa tubuh) terkadang bahasa verbal sejalan dengan bahasa nonverbalnya. Artinya, apa yang diucapkan sesuai dengan gerak-gerik tubuh yang diperlihatkan. Tetapi, ada kalanya bertentangan. Misalnya, ketika seseorang mengatakan “Saya tidak bohong” kita dapat memastikanya melalui garak-gerik, ekspresi yang ditampilkanya. Kita dapat mengetahui dari bahasa nonverbalnya (bahasa tubuh) apakah dia benar-benar tidak berbohong atau sebaliknya). 

       Beberapa pakar komunikasi berpendapat bahwa seseorang yang berbicara sambil melindungi mulut dengan tangan menunjukan orang itu tidak meyakini apa yang sedang dibicarakannya. Ia mungkin berdusta, memutarbelitkan perkara, ragu, atau tidak percaya pada apa yang ia sendiri katakan. Begitu pula dengan orang yang selalu menyilangkan tanganya di antara dada dan perut ketika berbicara, dia cenderung defensive dan sukar untuk menerima pendapat kita.

Factor-faktor penghambat komunikasi antara lain adalah :
1.      Budaya : ‘the cultural shock’ keterkejutan budaya  sering tejadi kepada pendatang disuatu kelompok baru. Bila tidak dapat mengikuti irama dengan lingkungan baru, maka stress dan depresi selama berhari-hari akan terjadi. Oleh karena itu sangat disarankan untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang budaya di lingkungan baru tersebut. Selain banyak berkomunikasi dengan penduduk local juga bacalah Koran atau majalah terbitan local. Dari Koran harian local biasanya akan diketahui bagaimana budaya masyarakatnya.
2.      Latar belakang pendidikan : pengetahuan yang berbeda akan menyebabkan ‘information gap’ yang terlalu jauh. Yang mempunyai pengetahuan lebih bisa menjadi guru atau penyampai ilmu baru. Akan tetapi rasa sombong bisa saja datang menghampiri yang memberi ilmu.
3.      Usia : beda generasi, beda zaman, dan pengalaman. Factor yang satu ini sering menjadi penghambat dalam keluarga. Tidak adanya saling pengertian bisa membuat setiap anggota keluarga memilih diam atau sibuk dengan urusan masing-masing. Beda pengalaman hidup akan membuat yang lebih tua merasa lebih berpengalaman dan yang muda merasa yang tua tidak paham dan ketinggalan zaman.
4.      Jenis kelamin : cara pikir yang menggunakan sudut pandang yang berbeda membuat emosi keduanya mudah sekali tersulut. Bila emosinya sudah tersulut maka masalah akan berkembang ke segala lini kehidupan yang tidak ada ujung pangkalnya.
5.      Agama : agama bisa menjadi factor penghambat komunikasi yang sangat genting. Beda pandangan mengenai cara menyembah Tuhan ini dapat berbuah permusuhan antar generasi selama berabad-abad. Bahkan satu Negara dengan Negara lainya dapat terjadi perang hanya karena menganut agama yang berbeda.





        Kesimpulan :
Inti dari penjabaran diatas adalah, kita sebagai mahluk social harus pintar, bijak, dan lebih aware dalam menghadapi segala macam bentuk komunikasi, baik yang berimbas positif maupun negative. Karena manusia dan komunikasi merupakan satu packaging yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Efektif atau tidaknya komunikasi semua tergantung bagaimana cara dan upaya manusia dalam mewujudkanya. Jadi jangan pernah mengecilkan segala bentuk komunikasi bahkan yang terkecil, karena dari hal kecil dapat berimbas sesuatu yang besar.

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar