Mengenal Publik Internal


Yang termasuk public internal adalah khalayak/public yang menjadi bagian dari kegiatan usaha pada suatu organisasi atau instansi itu sendiri. Dalam dunia bisnis PR, Publik Internal ini disesuaikan dengan bentuk daripada organisasi yang bersangkutan apakah organisasi tersebut berbentuk suatu perusahaan dagang, instansi pemerintah ataupun lembaga pendidikan. Jadi tergantung dari jenis, sifat atau karakter dari organisasinya. Jdi public yang termasuk ke dalamnya pun menyesuaikan diri dengan bentuk dari organisasinya dan umumnya khalayak atau public tersebut adalah yang menjadi bagian dari kegiatan usaha dari badan/instansi/perusahaan itu sendiri.

Publik Internal Dan Bentuk Hubungan Internal Perusahaan
a. Publik Internal dari perusahaan :
1.Publik Pegawai(employee public)
2.Publik Manajer (manager public)
3.Publik Pemegang Saham (stockholder public)
4. Publik Buruh (labour public)
Khusus untuk Pemegang saham, dalam beberapa buku PR umumnya termasuk ke dalam Public Internal, tetapi sesuai dengan perkembangan di mana banyak perushaan yang Go Public, Publik para pemegang saham ini dapat pula dimasukkan ke dalam Publik Eksternal.
b. Bentuk Hubungan dalam Perusahaan
Dengan adanya public internal dalam lingkup kegiatan PR tersebut memberikan konsekuensi pada berbagai hubungan bagi masing-masing public internal. Sifat hubungannya disebut hubungan internal (Internal Relations). Beberapa bentuk hubungan internal dalam perusahaan :
1.Employee Relations (hubungan dengan para pekerja/para karyawan).
2.Stockholder Relations (hubungan dengan para pemegang saham)
3.Labour Relations (hubungan dengan pada buruh)
4. Manager Relations (hubungan dengan para manajer)

Employee Relations (Hubungan dengan Para Pegawai)
Kegiatan public relations untuk memelihara hubungan, khususnya antara manajemen dengan para karyawannya. Hubungan ini dalam rangka kepengawaian secara formal. Employee public/public pegawai adalah salah satu internal public yang dijadikan salah satu sasaran dari kegiatan PR di dalam usaha untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka merupapakan suatu potensi yang sangat berarti dalam organisasi, potensi mana yang dapat dikembangkan lebih baik dari sebelumnya. Seorag PRO haruslah berkomunikasi secara langsung dengan karyawan, ia harus senantiasa mengadakan kontak pribadi (personal contact), misalnya dengan bercakap-cakap dengan mereka sehingga dapat mengetahui kesulitan, keinginan, harapan, dan perasaanya. Onong Uchyana Effendi menyatakan bahwa kegiatan untuk menciptakan hubungan baik dengan para pegawai dapat dilakukan melalui :
- Upah yang cukup
- Perlakuan yang adil
- Ketenengan kerja
- Perasaan diakui
- Penghargaan atas hasil kerja
- Penyaluran perasaan
Menurut Kustadi Suhandang, membina hubungan baik dengan para karyawan dapat dilakukan melalui kegiatan :
- Pemberian pengumuman-pengumuman
- Buku Pegangan Pegawai
- Personal Calls- Pertemuan Berkala
- Kotak Suara (kotak Saran)
- Hiburan dan Darmawisata
- Olah Raga
- Study Tour
- Training
- Hadiah-hadian dan Penghargaan
- Klinik dan Rumah Obat
- Tempat-tempat Ibadah
- Tempat-tempat Pendidikan

Manager Relations (Hubungan dengan para manajer)

Kegiatan public relations untuk memelihara hubungan baik dengan para manajer di lingkungan perusahaan. Manager adalah orang-orang yang dapat mengabdikan dirinya bagi kepentingan perusahaan melalui kemampuannya dalam mengelola perusahaan agar dapat menghasilkan keuntungan sesuai dengan tujuan perusahaan. Karena manajer merupakan orang-orang pilihan, maka baginya perlu dilakukan kegiatan khusus untuk diperlakukan sebagai orang yang dianggap penting. Dalam hal ini jika manager diperlakukan untuk dapat mampu membuat, menetapkan keputusan, sampai pada menyampaikan keputusan yang berkaitan dengan berbagai kebijakan manajemen di bidangnya bahkan mungkin di bidang umum. Ini berarti mereka mempunyai kontribusi terhadap berbagai kebijakan manejemen yang sangat menentukan maju mundurnya perusahaan. Untuk kondisi ini mereka merupakan orang-orang yang dituntut untuk dapat memikul tanggung jawab besar bagi perusahaan. Untuk konsekuensi ini, maka dapat dilakukan berbagai kegiatan untuk melakukan hubungan baik dengan para manajer, misalnya :
1. Memberlakukan adanya uang tunjangan jabatan
2. Uang Resiko Jabatan
3. Kegiatan coffee morning diantara para manajer dalam rangka membina hubungan dan bahkan memungkinkan adanya keluaran ide kebijakan bagi perusahaannya.
4. Koordinasi kerja antar bagian
5. Jika memungkinkan menyediakan alat transfortasi bagi kepentingan dinas
6. Rumah dinas, dsb.

Labour Relations (Hubungan dengan para buruh)

Kegiatan public relations dalam rangka memelihara hubungan antara pimpinan dengan serikat buruh dalam perusahaan dan turut menyelesaikan masalahmasalah yang timbul antara keduanya, disinilah letak peranan public relations dimana ia harus mengadakan tindakan-tindakan preventif mencegah timbulnya kesulitan-kesulitan. Dengan demikian PR berarti turut juga melancarkan hubungan yang harmonis antara kedua belah pihak. Misalnya :
- Menyelesaikan kasus tentang ada rasa permusuhan terhadap pimpinan dan sebagainya.
- Tuntutan kenaikan upah sampai terjadinya mogok kerja.
- Kasus PHK, Dll.

Stockholder Relations (Hubungan dengan para pemegang saham)

Kegiatan PR dalam rangka memelihara hubungan dengan para pemegang saham. Ini sangat penting sebab besar kecilnya modal menentukkan besar kecilnya perusahaan, sehingga hubungan dengan stockholder ini tidak boleh dikesampingkan oleh pihak perusahaan. Usaha membina hubungan dengan stockholder tidak lain adalah untuk tujuan memajukan perusahaan. Komunikasi dengan mereka dapat dilakukan misalnya dengan cara :

1. Menyatakan selamat kepada pemagang saham yang baru. Komunikasi seperti ini akan menimbulkan kesan baik, di mana para pemegang sahammerasa dihargai dan dihormati dan mereka akan menganggap perusahaan kita adalah perusahaan yang bonafid.

2.Memberikan laporan
Laporan mengenai perkembangan perusahaan adalah merupakan kegiatan komunikasi yang berfungsi sebagai kegiatan yang harmonis, di mana ini juga menanamkan kepercayaan pemegang saham kepada perusahaan.

3. Mengirimkan majalah organisasi
Majalah organisasi merupakan medium yang baik untuk membina hubungan baik/harmonis dengan para pemegang saham, selain majalah intern juga tidak ada salahnya mereka dikirim majalah intern, sehingga mereka mengetahui atau dapat mengikuti perkembangan perusahaannya beserta segala kegiatannya.

4. Mengadakan pertemuan
Pertemuan secara face to face adalah bentuk komunikasi yang lain untuk membina hubungan yang harmonis, meningkatkan pengertian bersama, dan meningkatkan kepercayaan. Ini dapat dilakukan dengan cara menyelenggarakan pertemuan antara pimpinan organisasi dengan para pemegang saham sehingga akan menambah eratnya hubungan, dapat juga diadakan pertemuan lengkap dengan seluruh karyawan, misalnya acara hala bihalal, peringatan ulang tahun perusahaan pertemuan yang membicarakan masalah pembagian keuntungan, penjualan saham baru. Dsb.

Publik Internal Dan Bentuk Hubungan Internal Lembaga Pendidikan
a. Publik Internal Lembaga Pendidikan
1. Publik Pimpinan (Manager Public)
2. Publik Fakultas (Faculty Public)
3. Publik Staff (Staff Public/ Employee Public)
4. Publik Yayasan (Foundation Public)
5. Publik Dewan Komisaris/Pengaas atau Dewan Penyantun (Trustee Public)
6. Publik Dosen (Lecturer Public)
7. Publik Mahasiswa (Student Public), dst.

b. Bentuk Hubungan Internal dalam Lembaga Pendidikan
1. Manager Relations (Hubungan dengan public pimpinan)
2. Faculty Relations (Hubungan dengan Publik Fakultas)
3. Staff/Employee Relations (Hubungan dengan Publik Staff/Pegawai)
4. Foundation Relations (Hubungan dengan public Yayasan)
5. Trustee Relations (Hubungan dengan public Dewan Komisaris/Dewan Penyantun)
6. Lecturer Relations (Hubungan dengan Publik Dosen)
7. Student Relations (Hubungan dengan public pelajar/mahasiswa).

Relationship PR



Dalam proses komunikasi, baik ke dalam maupun ke luar, PR berfungsi sebagai
penghubung yang kreatif. Bila terlibat dalam komunikasi ke luar, maka perhatian
PR harus ditujukan pada kepentingan dunia luar. Bila seseorang meminta informasi tentang lembaga, baik ia seorang wartawan maupun seorang langganan, maka perhatian PR harus ditujukan pada kepentingan lembaga. Di sini PR merupakan wakil atau juru bicara lembaga. PR berbicara atas nama lembaga dan bertanggungjawab untuk menyampaikan warta lembaga. Sehingga pada dasarnya, fungsi PR adalah menjadi penghubung antara pimpinan lembaga dengan karyawan, atau lembaga dengan masyarakat.

Arthur W. Page menyebutkan sejumlah prinsip yang dapat digunakan dalam praktek dan sebagai filosofis PR dalam menjaga hubungan lembaga dengan publiknya.

1. Tell the Truth.

Biarkan publik tahu apa yang terjadi dan sediakan gambar yang akurat dari karakter ideal dan praktek lembaga. Segala kejadian maupun peritiwa yang terjadi di dalam lembaga pemerintahan, merupakan obyek perhatian publik. Mengapa? Karena lembaga pemerintahan merupakan lembaga yang berkedudukan di ruang publik. Artinya, setiap kegiatan maupun pekerjaan yang dilakukan, dilakukan atas nama publik dan demi kepentingan publik. Oleh sebab itu, publik memiliki hak tersendiri untuk mendapatkan informasi sedalam-dalamnya terkait dengan lembaga pemerintahan, keberadaannya dan juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan.

Kondisi ini, menjadikan lembaga pemerintahan memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang sebenar-benarnya kepada publik. Dengan tersampaikannya informasi kepada publik, diharapkan publik menjadi tahu pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan lembaga, sehingga kemudian dapat sampai pada tahap mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
pemerintahan.

Adapun kegiatan yang dapat dilakukan, melalui penyampaian informasi yang akurat dan sebenar-benarnya terkait dengan suatu isu atau peristiwa atau kejadian, bahkan kegiatan operasional sehari-hari. Berikan gambaran yang tepat, dan sediakan informasi yang dibutuhkan kepada publik. Dengan demikian, publik mengetahui apa yang terjadi, dengan sebenar-benarnya tanpa ada yang ditutupi. Kebutuhan mereka akan informasi yang benar terpenuhi, dan hubungan baik antara lembaga dengan publiknya dapat dijaga.

Informasi yang dimaksud, dapat berupa data statistik, dokumentasi atau apapun yang dapat berguna bagi publik luas. Informasi tersebut, kemudian disampaikan kepada publik, tanpa ditutupi, atau dengan kata lain, sampaikan informasi dengan sejujur mungkin. Untuk mendapatkan dukungan dari publik, karena publik dapat menangkap apabila lembaga melakukan kebohongan. Akibatnya, akan lebih fatal bila publik dapat menemukan kebenaran dari pihak lain, dan bukan dari lembaga itu sendiri. Kepercayaan publik terhadap lembaga akan luntur, mengarah pada hilangnya dukungan publik kepada lembaga. Hilangnya dukungan publik, akan menimbulkan kesulitan bagi lembaga pada saat harus melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat publik.

2. Buktikan dengan Tindakan (Prove it with Action).

Persepsi publik dari lembaga ditentukan 90% dengan ‘melakukan,’ dan 10%
dengan ‘bicara.’ Setiap kegiatan maupun perilaku lembaga pemerintahan, selalu menjadi perhatian publik. Perilaku lembaga, menjadi sumber informasi bagi publik dalam memberikan penilaian akan kinerja lembaga. Perilaku tersebut dapat dinilai dari cara kerja anggota lembaga, arus informasi, dan segala peristiwa maupun kejadian yang terjadi di dalam lembaga. Penilaian positif, lebih mudah didapatkan melalui pembuktian dengan kerja nyata. Publik lebih mudah menilai lembaga dari kinerjanya, dibandingkan melalui kegiatan komunikasinya. Dengan demikian, lebih mudah bagi lembaga pemerintahan untuk menjaga reputasinya dengan memberikan performa terbaik, dibandingkan melakukan kegiatan komunikasi kepada publik (meskipun kegiatan komunikasi itu penting). Karena, publik lebih membutuhkan aksi nyata dibandingkan kegiatan yang sifatnya lip services.

Dengan kesadaran akan sifat publik ini, diharapkan lembaga lebih cermat dalam menerapkan perilaku atau etos kerja di dalam lembaga tersebut. Etos kerja positif, dimana kerja yang nyata lebih mendapat perhatian dan penilaian positif dibandingkan sekedar berbicara.

3. Dengarkan Suara Konsumen/Masyarakat ( Listen to The Customer)

Untuk kebaikan lembaga, mengertilah pada keinginan dan kebutuhan publik. Biarkan pembuat keputusan atas dan karyawan lainnya tetap diinformasikan tentang reaksi publik terhadap kebijakan, dan praktek lembaga. Salah satu aspek penting dalam menjaga hubungan baik dengan publik, adalah mengerti keinginan konsumen. Keinginan konsumen, hanya dapat diketahui apabila ada tindakan aktif dalam usaha mencari tahu apa saja yang menjadi kebutuhan, kesenangan, atau apapun yang dapat mempengaruhi pendapat bahkan perilaku konsumen terkait dengan lembaga. Kemudian pahamilah apa yang menjadi kebutuhan publik. Dengan demikian, lembaga akan memiliki informasi penting mengenai publik. Dari informasi tersebut, lembaga dapat membuat kerangka pemahaman akan publik, sehingga kemudian dapat memperhitungkan reaksi publik atas kemunculan suatu produk dari lembaga.

Produk yang dimaksud, tidak hanya berupa barang atau jasa, akan tetapi dapat
berupa kebijakan. Usaha untuk mencari tahu informasi seperti ini, perlu dilakukan, untuk kemudian diteruskan kepada seluruh komponen lembaga pemerintahan. Sehingga, lembaga dapat pula memformulasikan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang penerimaan publik akan produknya. Jadi, tidak hanya pucuk pimpinan dalam lembaga yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang publik, akan tetapi seluruh komponen dalam lembaga memiliki kerangka pengetahuan dan pemahaman yang sama. Tujuannya, untuk menjamin agar lembaga dalam menetapkan kebijakan atau melakukan sebuah kegiatan tidak bertentangan dengan keinginan publik sehingga dukungan publik dapat tetap dijaga.

4. Siapkan Diri untuk Esok (Manage for Tomorrow)

Antisipasi reaksi publik dan hilangkan praktek yang menciptakan kesulitan. Ciptakan niat baik. Setiap kegiatan yang dilakukan saat ini, akan berdampak di masa depan. Demikian juga di dalam lembaga. Penting bagi sebuah lembaga untuk merencanakan setiap kegiatan, program maupun aktifitas sehari-hari yang akan dilakukan dengan baik. Perencanaan untuk kegiatan di masa depan, bermanfaat dalam menghindarkan kesulitan-kesulitan maupun kekacauan yang mungkin terjadi di masa depan.

Dengan perencanaan yang matang, lembaga akan memiliki kemampuan untuk memprediksi program yang dilakukan, dan hasil akhirnya. Untuk kemudian, digunakan lembaga dalam memprediksi reaksi publik. Kemudian, lembaga dapat melakukan antisipasi yang diperlukan guna menghindari kesulitankesulitan yang mungkin timbul di masa depan.

5.Lakukan Tindakan PR Seakan Seluruh Lembaga/Lembaga BergantungPadanya (Conduct Public Relations as If The Whole Company Depends On it)

PR lembaga adalah fungsi manajemen. Tidak ada strategi lembaga yang dapat diimplementasikan tanpa memikirkan dampaknya kepada publik. Profesional PR adalah pembuat kebijakan yang mampu menangani aktifitas komunikasi lembaga dengan jangkauan yang luas.

Setiap kebijakan lembaga, membutuhkan kegiatan komunikasi dalam proses penyampaian kepada publik. Diperlukan strategi aktifitas komunikasi. Sebagai bagian strategis dalam lembaga, maka PR memiliki fungsi-fungsi yang tidak tergantikan oleh anggota lain dalam lembaga. Dalam setiap kegiatan komunikasi lembaga, maka dibutuhkan kegiatan PR yang tepat dan komprehensif. Mulai dari perencanaan, eksekusi sampai dengan evaluasi. Peran dan fungsi strategis ini, tidak dimiliki oleh setiap bagian dalam lembaga. Kemampuan, dan peran strategis ini, memerlukan eksekutor yang cakap dan mengerti apa yang dilakukannya. Karena kegiatan komunikasi tidak hanya menjangkau publik dalam lembaga saja, tetapi juga menjangkau publik yang luas. Suatu lembaga, mutlak memerlukan PR dengan peran, fungsi dan kemampuannya tersebut.

6. Remain Calm, Patient and Good Humored

Bersandarlah pada sikap yang konsisten, tenang dan berdasarkan perhatian ketika menyampaikan informasi, atau melakukan kontak. Bila krisis muncul, ingat bahwa komunikasi dengan kepala dingin adalah yang terbaik.

Kegiatan komunikasi pada dasarnya adalah kegiatan yang sifatnya persuasif. Lembaga berusaha untuk mendapatkan dukungan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat memancing dukungan dari publik tanpa paksaan atau melalui sebuah tahapan konflik. Cara atau metode dalam penyampaian sebuah materi atau isu melalui kegiatan komunikasi, akan menentukan pandangan dan penerimaan publik.

Terutama, pada saat terjadi konflik, atau krisis. Dimana isu yang berkembang harus ditangani secepat mungkin dengan penyelesaian yang logis dan komprehensif. Sebelum sampai pada tahapan aksi, maka tentukan dulu pendekatan macam apa yang akan digunakan dalam menghadapi masalah. Setelah itu, baru lakukan aksi. Dalam melakukan aksi, harap diingat bahwa pendekatan persuasif akan lebih mendapatkan hasil positif. Tetap tenang dalam menghadapi masalah, hadapi dengan kepala dingin.

Onong Uchjana Effendy menegaskan bahwa terdapat dua aspek hakiki yang melekat pada PR. Pertama, sasaran PR adalah publik intern (Internal Public) dan publik ekstern (External Public). Kedua, kegiatan PR adalah komunikasi dua arah timbal balik (Reciprocal Two Way Traffic Communication).

Pada aspek yang kedua, komunikasi dua arah timbal balik berarti, selain dalam penyampaian informasi dari lembaga kepada publiknya, lembaga juga akan mendapatkan informasi dari publik. Dalam komunikasi dua arah diharapkan dapat terjadi feedback, yaitu informasi yang disampaikan oleh lembaga akan mendapatkan tanggapan positif atau negatif dari publik. Seperti yang dikatakan oleh Onong, bahwa dalam rangka penyampaian informasi, baik yang ditujukan kepada publik intern maupun kepada publik ekstern, harus terjadi arus balik (feedback). Ini berarti bahwa PR harus mengetahui efek atau akibat dari penyampaian informasinya itu, apakah ditanggapi publik secara positif atau secara negatif.

Dalam proses komunikasi, baik ke dalam maupun ke luar, PR berfungsi sebagai penghubung yang kreatif. Bila terlibat dalam komunikasi ke luar, maka perhatian PR harus ditujukan pada kepentingan dunia luar. Bila seseorang meminta informasi tentang lembaga, baik ia seorang wartawan maupun seorang langganan, maka perhatian PR harus ditujukan pada kepentingan lembaga. Di sini PR merupakan wakil atau juru bicara lembaga. PR berbicara atas nama lembaga dan bertanggungjawab untuk menyampaikan warta lembaga. Sehingga pada dasarnya, fungsi PR adalah menjadi penghubung antara pimpinan lembaga dengan karyawan, atau lembaga dengan masyarakat.

Sebagai seorang praktisi PR lembaga pemerintah, isu gender selalu menjadi topik yang sensitif, dan selalu melibatkan berbagai kepentingan dari kelompok yang berbeda-beda. Bahkan karena begitu banyak kepentingan yang terlibat, sangat mungkin terjadi lembaga Anda terkena isu negatif yang datang tiba-tiba. Misalnya saja secara tiba-tiba telah tersebar di lingkungan media massa dan masyarakat, bahwa lembaga kita telah memberikan perlakuan yang berbeda antara karyawan wanita dan karyawan pria. Dimana karyawan pria lebih berkesempatan untuk memasuki struktur manajemen, dibandingkan karyawan wanita. Pada kenyataannya memang isu itu tidaklah benar.

Karena itu, coba uraikan prinsip-prinsip apa saja yang dapat digunakan PR lembaga Anda untuk menjaga hubungannya dengan publik agar terhindar dampak negatif isu tersebut. Prinsip Anda harus sesuai dengan filosofi PR dalam menjaga hubungan lembaga dengan publiknya. Lalu jelaskan mengapa Anda memilih prinsip tersebut.

Kelompok Pemangku Kepentingan


Stakeholders yang secara harfiah diartikan sebagai pemangku kepentingan. Publik/stakeholders dapat dibagi berdasarkan lingkup aktifitasnya sebagai berikut:

1. Publik internal dan eksternal
Publik internal adalah publik yang berada di dalam lembaga, seperti para karyawan dan keluarganya, satpam, penerima telepon, supervisior, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. Sedangkan publik eksternal adalah mereka yang berkepentingan terhadap lembaga yang berada diluar lembaga, seperti penyalur, pemasok, bank, pemerintah, komunitas, pers, dan sebagainya.

2. Publik primer, sekunder, dan marjinal
Tidak semua stakeholders perlu diperhatikan lembaga. Sehingga perlu disusun suatu kerangka prioritas. Yang paling penting, disebut publik primer, yang kurang penting disebut publik sekunder, dan yang dapat diabaikan adalah publik marginal.

3. Publik tradisional dan masa depan
Bagi sebuah lembaga, karyawan dan konsumen (masyarakat pengguna langsung jasa/layanan lembaga) adalah publik tradisional, sedangkan mahasiswa, peneliti, konsumen potensial, atau pejabat pemerintah adalah
publik masa depan.

4. Proponents, opponents dan uncommited
Diantara publik terdapat kelompok yang menentang lembaga (opponents), dan memihak (proponents) dan ada yang tidak peduli (uncommited).

5. Silent majority dan vocal minority.
Dilihat dari aktifitas publik dalam mengajukan complaint atau mendukung lembaga, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik penulis di surat kabar umumnya adalah the vocal minority, yaitu aktif menyuarakan pendapatnya, namun jumlahnya tak banyak. Sedangkan mayoritas pembaca adalah pasif sehingga tak kelihatan suara atau pendapatnya.

Hubungan yang terjaga baik dengan publik/stakeholders akan sangat bergunadalam melakukan tindakan apa saja. Sebut saja dalam hal menyampaikan ide atau pemikiran. Dengan hubungan yang baik, kita dapat menyampaikan ide tanpa banyak memakan waktu dan tanpa harus melibatkan dana yang besar.

kegiatan yang lebih terukur (measurable) karena target kegiatan menjadi sangat fokus. Segmentasi khalayak yang jelas, tentu saja, memudahkan Anda untuk menentukan posisi yang tepat ketika suatu program humas ingin dijalankan. Untuk PR yang berada dalam sebuah lembaga pemerintah, seperti pemerintah daerah, kelompok pemangku kepentingan dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kelompok besar, yaitu:

1. Kelompok media
Kelompok yang termasuk dalam kelompok media adalah jurnalis media cetak; elektronik dan on-line; pengusaha media; organisasi profesi media dan pengusaha media. Prinsip utama pengembangan hubungan media adalah hubungan berkelanjutan yang didasarkan atas kemitraan untuk mendapatkan pemahaman dan terciptanya saling pengertian dengan media.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikangambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok media, antara lain:

a. Menyediakan informasi bagi media berupa visi-misi, kebijakan dan posisi
lembaga.
b. Mengatur wawancara antara pers dengan pimpinan.
c. Mengadakan konperensi pers.
d. Menyiapkan naskah pers (release, position paper, backgrounder,
advertorial)
e. Mengunjungi media
f. Mengatur kunjungan pers ke lembaga

2. Kelompok internal (Karyawan/Pegawai)
Kelompok yang termasuk dalam kelompok internal adalah pimpinan, pegawai serta keluarga mereka. Prinsip utama pengembangan hubungan internal adalah kelancaran arus informasi dan komunikasi untuk membangun kualitas verja yang tinggi.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok internal, antara lain:
a. Menjalin hubungan baik dengan seluruh karyawan
b. Melakukan kordinasi dengan bagian SDM untuk perekrutan,
pengangkatan, penempatan, mutasi dan pemutusan hubungan kerja
c. Menyelenggarakan program-program yang dapat meningkatkan ikatan
bersama serta jaminan sosial bagi karyawan
d. Melakukan kunjungan/pertemuan pribadi dengan karyawan

3. Kelompok komunitas
Kelompok yang termasuk dalam kelompok komunitas adalah masyarakat sekitar; kelompok usaha kecil dan menengah dan komunitas kurang beruntung. Prinsip utama pengembangan hubungan komunitas adalah mewujudkan tanggungjawab sosial pemerintah (government social responsibility) kepada komunitas.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok komunitas, antara lain:
a. Aktif dalam acara pemberian penghargaan
b. Mendukung kegiatan masyarakat sekitar
c. Mengkoordinasikan kunjungan masyarakat sekitar ke lembaga.
d. Membuat program pendampingan bagi masyarakat
e. Mengkoordinasikan kesempatan bekerja, magang/praktek kerja lapangan
bagi masyarakat sekitar.

4. Kelompok lembaga/instansi pemerintah lainnya
Kelompok yang termasuk dalam kelompok lembaga/instansi pemerintah lainya adalah sesama lembaga/instansi pemerintah, BUMN/BUMD, TNI dan POLRI serta parlemen dan partai politik. Prinsip utama pengembangan hubungan antar lembaga adalah sinerji dan keterpaduan arus informasi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman bersama serta keterpaduan tindakan dalam menghadapi masalah bersama.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok lembaga/Instansi Pemerintah lainnya, diantaranya:
a. Menjalin hubungan baik dengan birokrat dan politisi.
b. Melakukan fungsi intelejen pada kebijakan dan kegiatan pemerintahan/
antar lembaga.
c. Menyiapkan pernyataan sikap lembaga/pimpinan atas isu-isu penting.

5. Kelompok khusus
Kelompok yang termasuk dalam kelompok khusus adalah lembaga swadaya masyarakat; lembaga pemantau; komunitas financial dan investor, komunitas perguruan tinggi. Prinsip utama pengembangan hubungan kelompok khusus adalah kepekaan tinggi dalam memahami masalah bersama sehingga diminimalkan terjadinya perbenturan kepentingan yang mengarah pada munculnya konflik.

Prinsip dalam pengembangan hubungan tersebut kemudian dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan PR untuk dapat memenuhi kebutuhan kelompok khusus, antara lain:
a. Menganalisis kemungkinan terjadinya perubahan dengan dampaknya.
b. Mengikuti perkembangan berita baik lokal, regional maupun internasional,
khususnya yang berhubungan dengan lembaga.

Etika dan Profesionalitas PR


<
Ketika berbicara mengenai status profesional PR, publik seringkali merujuk pada
ke-etis-an aparat tersebut. Lalu apakah Etika itu?
Etika adalah standar-standar moral perilaku, atau bagaimana Anda bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika merupakan sebuah bentuk kompromi antara hak dan tanggung jawab individu. Sebuah ‘sintesis’ dari hak (sebagai ‘tesis’) dan tanggung jawab (sebagai ‘antitesis’). Ketika keduanya dipadukan maka muncullah etika itu sebagai standar orang dalam berprilaku. Etika bukanlah hal yang datang dengan sendirinya. Ia merupakan suatu hasil bentukan manusia. Etika diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar terjadi interaksi yang harmonis. Sehingga dalam prakteknya tak ada etika yang mutlak. Standar etika pun berbeda-beda

pada sebuah komunitas sosial, tergantung budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara, agama, maupun komunitas group. Tak ada etika yang universal.

Perbedaan tersebut bahkan seringkali telah melahirkan bentuk etika baru. Karena ketika dua komunitas yang memiliki standar/dasar etika yang berbeda berkomunikasi, mereka akan terikat dengan aturan main. Di mana kedua belah
pihak dituntut untuk menghormati etika masing-masing, agar komunikasi dapat terhindar dari kegagalan. Hal inilah yang pada akhirnya akan terbentuk etika baru sebagai sebuah bentuk kompromi baru dari dua buah etika yang berbeda.

Bagi profesi PR, standar/dasar etikanya mencakup:

1. Sikap profesional
Sikap profesional memiliki prinsip bahwa Anda harus bertindak atas dasar keinginan untuk menciptakan kebaikan diantara kedua belah pihak, baik klien maupun komunitas. Bukan semata - mata untuk mengejar posisi dan kekuasaan.

2. Kepercayaan mutlak, dan tanggung jawab sosial
Untuk menjadi seorang profesional, Anda diharapkan mampu memegang kepercayaan. Kesejahteraan publik atau pimpinan tergantung pada kecakapan dan tindakan Anda. Pimpinan harus mempercayai informasi yang diberikan oleh PR lebih dari siapapun. Sedangkan kehormatan seorang profesional PR mengacu pada keyakinan dan kepercayaan yang diberikan publik, karena perilaku yang benar dan keahlian yang Anda miliki.

Dari tuntutan etika dasar di atas, maka Anda harus mampu bekerja atau bertindak melalui pertimbangan yang matang dan benar. Dapat membedakan secara etis mana yang dapat dilakukan dan mana yang tidak dapat dilakukan. Hal yang harus Anda perhatikan adalah:

1. Tanggung jawab
Praktisi PR memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan fungsinya (by function) serta tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan pelaksanaan profesi (by profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasi/perusahaan, dan masyarakat umum lainnya.

2. Kebebasan
Para profesional PR memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik sebagai standar perilaku profesional.

3. Kejujuran
Profesional PR harus jujur dan setia, serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya. Mengakui akan kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.

Di samping itu, tidak akan ‘melacurkan’ profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, demi tujuan materi semata atau kepentingan sepihak.

4. Keadilan
Dalam menjalankan profesinya, maka setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak, mengganggu milik orang lain, lembaga, atau organisasi, atau mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Di samping itu, harus menghargai hak-hak, menjaga kehormatan nama baik, martabat, dan milik bagi pihak lain, agar tercipta saling menghormati dan keadilan secara obyektif dalam kehidupan masyarakat.

5. Otonomi
Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuannya, organisasi, dan departemen yang dipimpinnya, untuk melakukan kegiatan operasional atau kerja sama yang terbebas dari cambur tangan pihak lain. Apa pun yang dilakukannya adalah merupakan konsekuensi dari tanggung jawab profesi. Kebebasan otonom merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap profesional.

Standar komitmen yang tinggi atas etika dan sikap profesionalisme bagi para praktisi akan membedakan praktisi PR dengan tenaga terlatih lainnya. Kemudian akan menjadikan profesi PR mempunyai nilai lebih dalam pelayanan public interest. Landasannya adalah:

1. Professional Ethics
Perilaku yang profesional didasarkan pada niat baik, merasa diawasi dan dinilai jika melawan kode perilaku. Perasaan ini dapat terwujud, karena dipaksa melalui interpretasi nyata bagi mereka yang menyimpang dari penampilan standar yang diterima.

2. The Imperative of Trust
Hubungan publik atau pimpinan lembaga dengan PR berbeda dengan hubungan mereka dengan penyedia jasa lainnya. Perbedaan dipusatkan pada hubungan berlandaskan kepercayaan. Sewaktu pimpinan mencari jasa profesional, mereka menempatkan dirinya –bukan hanya pikirannya– dalam suatu resiko. Begitu juga dengan publik. Seringkali, mereka mempercayakan dirinya dan keinginannya kepada Anda. Karena itu, pimpinan atau publik dan Anda telah memasuki sebuah hubungan saling percaya, sehingga diharuskan untuk bertindak sebaik mungkin.

3. Professional Privilege Professional Privilege (hak istimewa)
para profesional PR berpondasi pada kepercayaan, keyakinan, dan perilaku yang baik dari publik maupun dari sesama profesional. Untuk melindungi hak masing-masing dalam posisinya di masyarakat, para praktisi membuat kode etik dan standardisasi dalam praktek. Kode etik tersebut seringkali memiliki kekuatan hukum dan kekuasaan terhadap sanksi negara.

4. Social Responsibility
Para profesional PR juga harus dapat memenuhi kewajiban moral dan harapan dalam masyarakat. Masalah etika ini penting diperhatikan. Karena pada dasarnya, kegiatan PR memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat, terutama apabila dapat menjalankan fungsinya secara efektif, dan sadar akan konsekuensi dari kegiatan yang dijalankannya.Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan akibat dijalankannya kode etik ini adalah:
1. Humas dapat meningkatkan praktek profesionalisme dengan memberikan kode etik dan memberdayakan perilaku dan kinerja yang bersifat etis dan standar.
2. Humas mampu meningkatkan perilaku dari suatu organisasi dengan menekankan pada kebutuhan akan aspirasi masyarakat.
3. Humas mampu melayani kepentingan masyarakat dengan menyerap aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat.
4. Humas melayani kelompok masyarakat tertentu dan masyarakat lainnya dengan menggunakan komunikasi dan media untuk mengubah informasi yang tidak benar menjadi informasi yang sebenarnya.
5. Humas mempengaruhi tanggung jawab sosialnya dengan mendukung kesejahteraan manusia dengan cara memperbaiki sistem sosial yang disesuaikan dengan perubahan kebutuhan dan lingkungan.

Selain itu, juga terdapat beberapa pengaruh negatif, mungkin terjadi akibat penyalah gunaan etika dalam kegiatan PR, seperti:
1. Humas yang ingin mendapatkan keuntungan dengan mendukung kepentingan tertentu, kadang-kadang sampai mengorbankan kepentingan masyarakat.
2. Humas ada kalanya membuat kekacauan dalam saluran-saluran komunikasi dengan membuat informasi menjadi lebih rumit dan membingungkan daripada
bersifat klarifikasi.
3. Humas dapat mengakibatkan rusaknya kredibilitas dan saluran komunikasi karena dinodai oleh rasa kebencian dan ketimpangan.

Selain pengaruh negatif di atas, seringkali kegiatan-kegiatan yang dilakukan PR berujung pada penuntutan melalui jalur hukum, oleh pihak-pihak yang merasa tidak puas. Karena itu, PR lembaga pemerintah juga dituntut untuk ’melek’ hukum dalam melakukan aktifitasnya. Minimal mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan mereka yang berpotensi dalam pelanggaran hukum.

Peran, Fungsi dan Tugas PR


A. Pembahasan
Public Relations (PR) – yang di Indonesia disebut sebagai Hubungan Masyarakat
(Humas) – adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi/ lembaga dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.

Dari definisi ini setidaknya dapat dijelaskan bahwa PR adalah kegiatan komunikasi dua arah yang dilakukan lembaga/instansi kepada publiknya dengan
maksud adanya saling pengertian. Komunikasi ini harus di rencanakan karena
menyangkut tujuan-tujuan lembaga.

Webster’s New World Dictionary mendefinisikan PR sebagai hubungan dengan
masyarakat luas, seperti melalui publisitas, khususnya mengenai fungsi-fungsi
organisasi yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan opini publik yang menyenangkan untuk dirinya sendiri.

Sampai awal dekade 1970 - 1980 tidak kurang dari 2.000 definisi PR yang dapat
dijumpai dalam buku-buku serta majalah ilmiah dan berbagai terbitan berkala lainnya, sejak pengetahuan itu diketahui sebagai profesi. Karena begitu banyaknya definisi PR itu, maka para pemrakarsa PR dari berbagai negara di seluruh dunia yang terhimpun dalam organisasi bernama, The International Public Relations Association (IPRA), bersepakat untuk merumuskan sebuah definisi dengan harapan dapat diterima dan dipraktekkan bersama. Menurut IPRA, “Public Relations is a management functions, of a continuing and planned character, through which public and private organizations and institutions seek to win and retain the understanding, sympathy and support of those with whom they are or maybe concerned – by evaluating public opinion about themselves, in order to correlate, as fast as possible, their own policies and procedures, to achieve by planned and widespread information more productive co-operation and more efficient fulfillment of their common interests.”
(PR adalah fungsi manajemen yang terencana dan berkesinambungan, dimana
organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang bersifat umum dan pribadi berupaya membina pengertian, simpati, dan dukungan dari mereka yang ada Setelah pelatihan modul ini, peserta latih diharapkan mampu memahamiperan, fungsi, dan tugas PR, agar dapat dijadikan landasan dalam melakukan setiap kegiatan sebagai komunikator lembaga, untuk memenuhi kebutuhan pimpinan dan publik secara seimbang. kaitannya atau yang mungkin ada hubungannya – dengan jalan menilai pendapat umum di antara mereka, untuk mengkorelasikan sedapat mungkin, kebijaksanaan dan tata cara mereka, yang dengan informasi terencana dan tersebar luas, mencapai kerja sama yang lebih produktif dan pemenuhan kepentingan bersama yang lebih efisien).

Public Relations Society of America (PRSA) menjelaskan bahwa dengan melihat
fungsi PR di atas, Anda dapat mengetahui komponen-komponen dasar PR sebuah lembaga. Komponen-komponen ini akan menjawab kebutuhan-kebutuhan lembaga, dan dapat mengantisipasi peran PR bagi lembaga dimasa yang akan datang, dengan melakukan tindakan-tindakan berikut:

1. Counselling.
Menyediakan saran kepada Manajemen yang berhubungan dengan kebijakan,
hubungan dan komunikasi.

2. Research.
Melihat tindakan dan perilaku publik dalam rangka merencanakan
strategi PR. Research dapat digunakan untuk:
a. Membangun saling pengertian atau
b. Mempengaruhi dan meyakinkan publik.

3. Media Relations.
Bekerja sama dengan pihak media untuk mencari publisitas atau merespon
ketertarikan mereka terhadap lembaga.

4. Publicity.
Menampilkan pesan terencana melalui media tertentu untuk menghasilkan
ketertarikan yang lebih jauh lagi.

5. Employee Relations.
Memberikan respon terhadap suatu masalah, menginformasikan, dan
memotivasi karyawan lembaga.

6. Public Affairs.
Membantu lembaga beradaptasi dengan harapan publik, dan menjelaskan
aktivitas lembaga mereka.

7. Government Affair.
Berhubungan langsung dengan lembaga-lembaga pemerintah lain yang terkait
dengan kelangsungan lembaga kita. Melobi juga dapat menjadi salah satu
program hubungan dengan lembaga pemerintah lain.

8. Issue management.

Mengidentifikasi dan mengetahui isu yang berkembang pada publik yang
berakibat pada lembaga.

9. Development/Fund Raising.
Menciptakan kebutuhan dan memberanikan publik untuk mendukung lembaga,
terutama melalui kontribusi finansial.

10. Financial Relations.
Menciptakan dan menjaga kepercayaan investor dan membangun hubungan
baik dengan komunitas finansial. Juga dikenal dengan Investor Relations atau
Stakeholders Relations.

11. Industrial Relations.
Berhubungan dengan lembaga-lembaga lain dalam industri dari sebuah
organisasi dan dengan asosiasi dagang.

12. Multi-Cultural Relations/Workplace Diversity.
Berhubungan dengan individu-individu dan kelompok-kelompok dalam
berbagai kelompok budaya.

13. Special Event.
Memancing ketertarikan seseorang terhadap lembaga dengan mengadakan
suatu kegiatan yang didisain untuk dapat berinteraksi dengan mereka, sehingga
mendapat perhatian yang lebih.

14. Marketing Communications.
Kombinasi dari aktifitas yang didisain untuk menjual produk, jasa atau ide,
termasuk iklan, Collateral Materials, publisitas, promosi, direct mail, dan
pameran dagang.

Sedangkan Scott M. Cutlip dan Allen Center dalam bukunya, Effective Public
Relations memberikan penjelasan mengenai konsep fungsional PR sebagai berikut:
1. Memudahkan dan menjamin arus opini yang bersifat mewakili dari publik-publik
suatu lembaga, sehingga kebijaksanaan beserta operasionalisasi
lembaga dapat dipelihara keserasiannya dengan ragam kebutuhan dan
pandangan publik-publik tersebut.

2. Menasehati manajemen mengenai jalan dan cara menyusun kebijaksanaan dan operasionalisasi lembaga untuk dapat diterima secara maksimal oleh publik.

3. Merencanakan dan melaksanakan program-program yang dapat menimbulkan
penafsiran yang menyenangkan terhadap kebijaksanaan dan operasionalisasi
lembaga. Fungsi humas yang diberikan oleh Cutlip dan Center memfokuskan pada penciptaan dampak yang menyenangkan pada publiknya atas kebijaksanaan dan operasionalisasinya oleh pimpinan lembaga. Tentu saja bagi lembaga, dampak yang diinginkan adalah dampak yang dapat menguatkan citra positifnya dari sudut pandang publik.

Berbeda dengan Cutlip dan Center, Bertnard R. Canfield, dalam bukunya Public
Relations: Principles and Problems mengemukakan fungsi PR dari sudut pandang publiknya sendiri, yaitu bagaimana lembaga berusaha untuk mengikuti apa yang diinginkan publik dari lembaga :
1. Mengabdi kepada kepentingan umum.
2. Memelihara komunikasi yang baik.
3. Menitikberatkan moral dan perilaku yang baik.

Sedangkan fungsi PR menurut Edwin Emery, Philip H. Ault dan Warren K. Agee
dalam bukunya Introduction to Mass Commnunication adalah upaya yang berencana untuk mempengaruhi dan membina opini yang menyenangkan melalui penampilan yang dapat diterima, dilakukan secara jujur, dan dengan kepercayaan melalui dua jalur komunikasi. Ia seharusnya merupakan fungsi ‘manajemen’ yakni, upaya yang berencana itu harus didasarkan pada pernyataan kebijaksanaan yang mapan dan yang disetujui, yang mencerminkan prinsip-prinsip dan kegiatankegiatan yang dilakukan oleh lembaga. Dalam aspek ini, PR adalah operasionalisasi konsep atau filsafat bisnis dari manajemen.

Sebagai fungsi dari manajemen, PR dalam tugasnya meliputi hal-hal berikut ini:
1. Mengantisipasi, menganalisis dan menginterpretasi opini publik, sikap, dan isu
yang dapat membawa akibat, dalam keadaan baik maupun buruk, operasi dan
rencana dari lembaga.

2. Memberikan saran manajemen pada setiap level dalam lembaga yang akan
menghasilkan keputusan kebijaksanaan, mengarahkan tindakan dan
komunikasi, dan melibatkan diri dalam tanggung jawab lembaga kepada
publiknya atau tanggung jawab sosial kepada masyarakat.

3. Melakukan riset, mengorganisasikan dan mengevaluasi, secara terus menerus, program-program dari tindakan dan komunikasi untuk mendapat pengertian publik yang diperlukan demi kesuksesan tujuan lembaga. Hal ini dapat mencakup marketing, finansial, fund-raising, karyawan, community relations atau government relations, dan program lainnya.

4. Merencanakan dan mewujudkan usaha-usaha lembaga untuk mempengaruhi
atau merubah kebijakan publik.

5. Menentukan tujuan, rencana, budget, rekruitmen dan training karyawan, dan
membangun fasilitas – dalam jangka pendek, mengatur sumber daya yang
dibutuhkan untuk menampilkan hal-hal tersebut.

6. Mencontohkan pengetahuan yang mungkin dibutuhkan dalam praktek PR
profesional mencakup seni berkomunikasi, psikologi, psikologi sosial,
sosiologi, ilmu politik, ekonomi, dan dasar-dasar manajemen dan etik.

Pengetahuan teknis dan keahlian dibutuhkan untuk riset opini, menganalisis isu publik, hubungan media, direct mail, publikasi, produksi film/video, special
events, pidato dan presentasi. Apabila definisi PR dikaitkan dengan fungsinya seperti di atas, ada baiknya kita lihat definisi kerja PR menurut Rex. F. Harlow, seorang veteran profesional PR yang mendirikan Public Relations Society of America (PRSA). Ia mengumpulkan lebih dari 500 definisi dari hampir banyak sumber dan menghasilkan sebuah definsi yang dicantumkan oleh International Public Relations Association (IPRA) dalam buku “Gold Paper No. 4: A Model for Public Relations Education for Professional Practice,” yang berbunyi sebagai berikut. “Public Relations is a distinctive management function which helps establish and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptance and cooperation between an organization and its publics; involves the management of problems or issues; helps management to keep informed on and responsive to public opinion; defines and emphasizes the responsibility of management to serve the public interest; help management keep abreast of and effectively utilize change, serving as an early warning system to help anticipate trends; and uses research and sound and ethical communication techniques as its principal tools.”
(PR adalah fungsi manajemen yang khas yang mendukung dan memelihara jalur bersama bagi komunikasi, pengertian, penerimaan, dan kerja sama antara lembaga dengan khalayaknya; melibatkan pimpinan dalam permasalahan atau persoalan; membantu pimpinan memperoleh penerangan mengenai opini publik dan tanggap terhadapnya; menetapkan dan menegaskan tanggung jawab pimpinan dalam melayani kepentingan umum; menopang pimpinan dalam mengikuti dan memanfaatkan International perubahan secara efektif dalam penerapannya sebagai system peringatan secara dini guna membantu mengantisipasi kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik-teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai kegiatan utama).

Secara lebih spesifik, Onong U. Effendy memandang definisi kerja yang disepakati oleh IPRA di atas, memiliki landasan sebagai berikut:
1. PR merupakan suatu panduan khas dari pengetahuan, keterampilan, dan metode.
2. PR adalah fungsi manajemen mengenai hubungan-hubungan antara dua atau
lebih lembaga dan publik, baik nasional maupun internasional, yang
menghasilkan jenis hubungan yang diinginkan atau dipergunakan oleh
khalayaknya.
3. Kegiatan-kegiatan PR dilaksanakan oleh para praktisi yang melayani berbagai jenis lembaga beserta publiknya, seperti perusahaan, pemerintahan, keuangan, perburuhan, pendidikan, organisasi-organisasi ilmu pengetahuan, perdagangan dan profesi, kelompok-kelompok minat khusus, kelompok-kelompok rasial dan seks, para pelanggan, para pemegang saham, para pemuka opini, kelompokkelompok budaya, dan lain-lain.
4. Para praktisi PR yang berupaya untuk melayani kepentingan umum, sadar akan pengaruh opini publik terhadap pengambilan keputusan. Karenanya mereka dituntut untuk tidak hanya melakukan kegiatan ke dalam, tapi juga dapat
melakukan kegiatan ke luar organisasi/lembaga, sesuai dengan konsep komunikasi organisasi.

Kegiatan tersebut antara lain adalah:
a. Memberikan pelayanan secara dua arah timbal balik antara lembaga dengan
publik;
b. Berupaya melakukan proyeksi perihal lembaga saat sekarang, waktu dulu, dan masa yang akan datang, dengan cara menginterpretasikannya lepada publik dalam istilah-istilah yang dimengerti, dan menginterpretasikan Publik kepada para anggota lembaga dalam istilah yang dipahami.
c. Menyelenggarakan penelitian mengenai kebutuhan hubungan lembaga dan sikap-sikap publik, merekomendasikan suatu kebijaksanaan dan statu program untuk menjumpai mereka, serta mengukur keefektifan kebijaksanaan dan program tersebut.
d. Berusaha membina dan memelihara pengakuan yang menyenangkan terhadap lembaga dengan jalan memapankan pertukaran informasi antara lembaga dengan publik mengenai kekuatan-kekuatan sosial, politik, ekonomi, dan lain-lainnya yang penting di masyarakat, yang bergantung pada arus balik dari publik untuk keperluan pengarahan.
e. Memberikan nasehat penyesuaian perilaku lembaga untuk memenuhi tanggung jawab sosial, politik, dan ekonomi, serta kebutuhan-kebutuhan yang tercipta akibat adanya pergeseran sikap-sikap manusiawi berdasarkan hasil penelitian.
f. Berupaya untuk mengantisipasi dan mengkoreksi kesan-kesan palsu dan menanggapi secara seksama kritik-kritik terhadap lembaga.
g. Memperhatikan agar hubungan-hubungan yang bermakna dengan lembaga
terpelihara, perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang berpengaruh kepada lembaga dilaporkan kepada manajemen, disertai penyampaian saran-saran.
h. Melaksanakan penelitian terhadap sikap-sikap publik, khususnya mereka yang dianggap penting bagi lembaga dan menginformasikan hasilnya kepada manajemen.
i. Mencoba membantu lembaga ‘meragakan’ perasaan tanggung jawab sosial yang sejalan dengan tanggung jawab mencari keuntungan.
j. Membantu para anggota lembaga berbicara secara jelas dan jujur di saat
menyajikan fakta dan pandangan kepada khalayak.
k. Membantu manajemen memanfaatkan waktu secara seksama dan secara konstruktif dengan pemikiran dalam istilah-istilah yang mengandung perubahan.
l. Menggunakan opini publik dan bentuk-bentuk penelitian lainnya, prinsipprinsip,
metode-metode, dan penemuan-penemuan mengenai ilmu pengetahuan sosial, serta penyajian-penyajian secara visual, tulisan, dan lisan pada media pers, radio, TV, dan pita film sebagai sarana penting.
m. Berperan sebagai bagian dari manajemen, baik sebagai anggota staf internal
maupun sebagai petugas staf eksternal. Hal yang perlu ditekankan di sini mungkin pada hubungan internalnya, karena banyak pihak menyangka persoalan Humas lebih kepada komunikasi keluar. Dalam banyak hal, ketidakpuasan khalayak internal bisa menyebabkan reputasi lembaga turut hancur. Oleh karenanya komunikasi organisasi yang kuat juga tugas penting Humas. Selain hubungan atasan-bawahan yang baik, komunikasi organisasi yang baik juga harus mampu membangun etos kerja pegawai yang baik agar mampu melaksanakan tujuan lembaga dengan baik. Untuk itu dibutuhkan budaya kerja yang juga kuat. Pegawai harus mampu mewujudkan budaya kerja yang baik jika mereka tahu nili-nilai kerja seperti apa yang harus mereka tunjukkan. Jadi, ada baiknya lembaga menurunkan budaya kerja itu dalam nilai-nilai kerja yang secara intensif disosialisasikan sehingga menjadi kebiasaan.

Dengan memperhatikan landasan kerja di atas, langsung maupun tidak langsung, PR sebuah lembaga memainkan peranan penting dalam terwujudnya pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) di lingkungan lembaganya. Paling tidak asas Transparansi dan Partisipasi, bahkan juga Akuntabilitas, yang merupakan asas-asas utama dalam Good Governance dapat dipenuhi oleh lembaga tersebut.

Dari landasan di atas pula, maka dapat dirumuskan jenis-jenis pelayanan dasar yang merupakan pengimplementasian fungsi PR lembaga.

Charles H. Prout dalam karyanya yang berjudul Organization and Function of The Corporate Public Relations Handbook, mengatakan bahwa ada empat jenis pelayanan dasar yang harus dipraktekkan PR, yakni:

1. Nasehat (Advise and Councel).
Nasehat perlu diberikan oleh PR mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kehumasan, baik kepada pimpinan lembaga maupun kepada bagian lain. Oleh kerena itu PR memiliki fungsi staf. Maka nasehat yang disampaikan
kepada pimpinan lembaga tidak menyangkut kebijaksanaan dan keputusan
Perusahaan yang mendasar, melainkan hal-hal yang berkaitan dengan
operasionalisasi ketika suatu masalah dijumpai.

2. Pelayanan Komunikasi
Pelayanan komunikasi memang merupakan tugas PR. Yang dikomunikasikan ialah informasi mengenai lembaga dan segala kegiatannya kepada berbagai publik yang berkepentingan melalui media yang tepat. Kegiatan komunikasi ke luar tidak hanya terbatas pada pengiriman news release ke media massa, tetapi
juga yang mengandung motif melalui booklet, periklanan, atau dalam bentuk pidato. Singkatnya, kegiatan yang merupakan upaya membuat publik tahu dengan berbagai cara yang pantas dalam situasi individual.

3. Pengkajian PR (Public Relations Research).
Jika pelayanan komunikasi merupakan penyebaran informasi dari dalam ke luar, maka pengkajian PR merupakan komunikasi dari luar ke dalam. Dengan kata lain, penelaahan terhadap opini publik yang berpengaruh kepada perusahaan. Hal ini bukan saja yang menyangkut peristiwa-peristiwa dalam bentuk tekanan-tekanan yang bersifat sosio-politik (socio-political pressure), tetapi juga undang-undang dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan dan berpengaruh kepada lembaga.

4. Promosi PR (Public Relations Promotion).
Dalam lembaga, kegiatan promosi yang dilaksanakan oleh PR amat menunjang upaya pencapaian tujuan. Pada kegiatan inilah para PR diuji kemampuannya, terutama kreativitas dalam mengembangkan goodwill publik kepada lembaga.

Pada aspek PR inilah dapat diketahui sejauh mana derajat penguasaan ke-PR-an yang dimiliki, sebab jenis-jenis publik yang menjadi sasarannya, misalnya para komunitas atau masyarakat sekitar, media Massa, dan lain-lain, memerlukan teknik-teknik khusus untuk menghadapinya.

Dengan pelayanan di atas, PR lembaga selanjutnya dapat menjadi kunci penting
dalam mewujudkan impian kita untuk membangun pemerintahan yang ideal, good governance. Yaitu PR dalam sebuah lembaga pemerintahan yang dapat berfungsi sebagai:

1. Pengaman kebijaksanaan pemerintah
2. Pemberi pelayanan, dan penyebar pesan atau informasi mengenai kebijkasanaan, hingga program-program kerja secara nasional kepada masyarakat
3. Menjadi komunikator dan sekaligus sebagai mediator yang proaktif dalam menjembatani kepentingan instansi pemerintah di satu pihak dan menampung aspirasi serta memperhatikan keinginan-keinginan publiknya di lain pihak
4. Berperan serta dalam menciptakan iklim yang kondusif dan dinamis demi mengamankan stabilitas dan keamanan politik pembangunan nasional, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Jika peran, fungsi, dan tugas PR dalam sebuah lembaga, seperti yang telah dipaparkan di atas dapat dijalankan dengan baik, maka PR telah memberikan sumbangan bagi terbentuknya proses demokrasi, serta sistem sosial, ekonomis, dan politis, yang lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan sosial. Namun jika PR tidak efektif, Lembaga cenderung menjadi tidak sensitif terhadap perubahan yang berlangsung di sekitarnya. Akibatnya lembaga dapat menjadi disfungsional karena bergerak menjauh dari lingkungannya. Sehingga dapat menjadi penghambat dalam upaya pencapaian good governance.

International Public Relations Association (IPRA) dalam buku “Gold Paper No. 4:
A Model for Public Relations Education for Professional Practice,” menyebutkan
bahwa PR adalah fungsi manajemen yang khas yang mendukung dan memelihara jalur bersama bagi komunikasi, pengertian, penerimaan, dan kerja sama antara lembaga dengan khalayaknya; melibatkan pimpinan dalam permasalahan atau persoalan; membantu pimpinan memperoleh penerangan mengenai opini publik dan tanggap terhadapnya; menetapkan dan menegaskan tanggung jawab pimpinan dalam melayani kepentingan umum; menopang pimpinan dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif dalam penerapannya sebagai system peringatan secara dini guna membantu mengantisipasi kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik-teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai kegiatan utama.

Komunikasi Massa

Pengertian Komunikasi Massa menurut Jallaludin Rakhmat adalah jenis/bentuk
komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim, melalui media cetak maupun elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Suatu proses yang melukiskan bagaimana komunikator menggunakan teknologi media massa secara proporsional guna menyebarluaskan pengalamannya melampaui jarak untuk mempengaruhi khalayak dalam jumlah yang banyak.

Komunikasi massa memiliki komponen-komponen sebagai
berikut:
1. Komunikator komunikasi massa.
2. Pesan komunikasi massa.
3. Media komunikasi massa.
Media yang dimaksud dalam proses komunikasi massa yaitu media yang memiliki ciri khas, kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak dan serentak. (pers, radio, televisi dan film).
4. Khalayak komunikasi massa.
5. Filter/regulator komunikasi massa.
Regulator adalah lembaga atau individu yang mewakili lembaga berwenang untuk memberi perhatian atau tekanan kepada media masa. Bedanya dengan filter, regulator berada di luar lembaga media massa.

Filter utama yang dimiliki khalayak adalah indera yang dipengaruhi tiga kondisi:
a. budaya
b. psychological (frame of reference dan experience)
c. physical/fisik (internal dan eksternal).

6. Gatekeeper
Gatekeepers dapat berupa seseorang atau kelompok yang dilalui oleh suatu pesan dari pengirim ke penerima. Fungsi utamanya adalah menyaring pesan yang diterima seseorang dan menyeleksi isi pesan yang akan dikomunikasikan.

7. Feedback
Umpan balik yang diberikan penerima pesan kepada penyampai pesan adalah
feedback. Terdiri dari internal feedback, eksternal feedback, representatif feedback, kumulatif feedback, kuantitatif feedback, institusional feedback.

Setiap komponen di atas memiliki sifat-sifat yang berbeda dari jenis komunikasi
lainnya. Karena itu, kita dapat melihat ciri-ciri khusus dalam komunikasi massa, yaitu:
1. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Ini berarti tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga
Misalnya wartawan surat kabar atau penyiar televisi, karena media yang
digunakannya adalah suatu institusi, maka dalam menyebarkan pesan mereka
bertindak atas nama lembaga. Berarti sejalan dengan kebijaksanaan (policy) surat kabar atau stasiun televisi yang diwakilinya.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum
Mereka tidak akan menyiarkan pesan yang tidak menyangkut kepentingan umum.

4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
Mereka memiliki kemampuan untuk menyebarkan pesan secara serempak dan
diterima khalayak secara serempak pula.

5. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen
Dalam keberadaannya, komunikan terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya
tidak saling kenal dan memiliki beragam perbedaan seperti lokasi, jenis kelamin,
usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan sebagainya.

Jika dilihat dari sisi masyarakat, maka media massa memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan mereka. Yosehp R. Dominick, dalam bukunya Dynamics of Mass Communication menyebutkan fungsi komunikasi massa tersebut, terdiri dari:
1. Pengawasan
Hal ini mengacu pada peran berita dan informasi bagi masyarakat. Orang-orang
media, yakni para wartawan surat kabar dan majalah, reporter radio dan televisi,
koresponden kantor berita, dan lain-lain berada dimana-mana di seluruh belahan
bumi demi mengumpulkan informasi untuk masyarakat. Pengawasan yang
diberikan dapat terbagi ke dalam dua bentuk pengawasan:
a. Pengawasan peringatan.
Bentuk ini terjadi jika media menyampaikan informasi kepada kita mengenai
ancaman letusan gunung api, tsunami, gempa, kondisi ekonomi, inflasi, dan
keamanan negara.

b. Pengawasan instrumental.
Bentuk ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna untuk
kehidupan sehari-hari. Berita tentang harga kebutuhan di pasar, produk anyar,
dan pertunjukan/acara suatu wilayah adalah contoh-contoh dari pengawasan ini.

2. Interpretasi
Yang erat kaitannya dengan fungsi pengawasan adalah fungsi interpretasi. Di sini, media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi deserta interpretasi mengenai peristiwa tertentu. Karena itu di negara maju yang pers-nya sudah diakui keampuhannya dalam menjalani fungsi ini, sering dijuluki sebaga the watchdog. Anjing penjaga yang menggonggong apabila pemerintah/perusahaan/organisasi ingkar terhadap janji mereka pada masyarakat.

3. Hubungan
Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam
masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perorangan. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku seseorang, baik yang positif konstruktif maupun yang negatif destruktif, yang apabila diberitakan oleh media massa, maka segera seluruh masyarakat mengetahuinya. Jadi, orang-orang yang memiliki kesamaan, tetapi terpisah secara geografis dapat dihubungkan dengan media massa.

4. Sosialisasi
Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (values). Media massa menyajikan
penggambaran masyarakat. Dan dengan membaca, mendengarkan, dan menonton, maka seseorang dapat mempelajari bagaimana perilaku dan nilai-nilai yang penting.

5. Hiburan
Fungsi ini memang jelas pada media televisi, film, dan rekaman suara. Namun
media seperti surat kabar dan majalah, walaupun fungsi utamanya adalah informasi dalam bentuk pemberitaan, namun rubrik-rubrik hiburan selalu ada, apakah itu cerita pendek, atau bergambar. Bahkan saat ini media massa sudah ada yang mengkhususkan fungsinya menyampaikan hal-hal yang dapat menghibur khalayaknya. Hal lain yang perlu dipahami dari komunikasi massa ini adalah pengertian ranah privat (private domain) dan ranah publik (public domain).
Kedua hal ini umumnya sering disalahartikan. Orang beranggapan bahwa ranah privat berarti informasi-informasi yang sifatnya pribadi. Sehingga tidak harus atau tidak penting untuk menjadi milik masyarakat luas. Sedangkan ranah publik berarti informasi-informasi yang sifatnya harus diketahui publik. Sehingga kita tidak boleh menahan informasi tersebut, apapun alasannya.

Pemahaman di atas salah. Karena pengertian ranah privat dan ranah publik sebenarnya tidak mengacu pada ‘sifat informasi’ yang dimiliki media massa. Namun kepada ‘sifat kepemilikan medium’ yang digunakan pengelola suatu media massa tersebut. Ranah privat mengacu kepada kepemilikan pribadi atas media massa. Dengan kata lain,media cetak merupakan ranah privat, karena pengelola media memproduksi dan memiliki sendiri koran/majalah tersebut sebagai medium mereka. Misalnya: pemilik Majalah Gatra adalah pemilik tidak hanya lembaga usahanya, tetapi juga fisik majalah tersebut sampai khalayak membelinya sehingga kepemilikan fisik menjadi berpindah tangan.

Sedangkan ranah publik mengacu kepada kepemilikan publik. Dengan kata lain, media radio dan televisi merupakan ranah publik, karena pengelola media hanya memiliki isi siarannya. Namun udara atau frekuensi yang dipakai radio dan televisi sebagai medium penyiarannya adalah milik publik. Misalnya: pemilik Trans TV hanyalah memiliki lembaga usaha dan isi penyiaran, tetapi ferekuensi radio yang digunakan bukanlah miliknya, melainkan milik publik yang diwakili oleh pemerintah.Karena itulah ranah publik selalu menuntut pengelola siaran untuk menaati peraturan dan mendapatkan ijin terlebih dahulu –dari publik yang diwakilkan pemerintah, sebagai pemilik medium– untuk menggunakan ranah ini. Selain itu, pengelola siaran juga dituntut untuk mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat agar dapat merebut hati dan perhatian mereka. Hal ini harus dilakukan agar isi siaran yang telahmereka buat tidak terbuang sia-sia.

Sementara pemerintah –yang diwakilkan lembaga tertentu– harus berperan sebagai
wakil publik atau filter/regulator, untuk menyaring kepentingan pengelola media yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat.

Jenis-Jenis Komunikasi



Memahami cakupan dan ruang lingkup dunia komunikasi, dapat memberikan
gambaran dan membuka wacana kita mengenai tindakan komunikasi yang dapat
ditempuh, untuk mencapai tujuan kita.
Jika ditinjau dari komponennya, lingkup komunikasi terdiri dari:
1. Komunikator
2. Pesan
3. Media
4. Komunikan
5. Efek.

Jika misalnya seorang petugas humas suatu propinsi melakukan jumpa pers, menjelaskan tentang rencana pilkada di daerahnya, maka:
- komunikator adalah petugas humas.
- pesan adalah informasi rencana pilkada.
- media adalah komunikasi langsung, tatap muka.
- komunikan adalah para jurnalis.
- efek adalah para wartawan mengerti tentang penyelenggaraan pilkada yang akan
datang.

Jika ditinjau dari bentuknya, maka komunikasi dapat terbagi menjadi:
1. Komunikasi personal, yang terdiri dari komunikasi interpersonal, dan komunikasi
antar personal.
2. Komunikasi kelompok, yang terdiri dari komunikasi kelompok kecil dan
kelompok besar.
3. Komunikasi massa, yang terdiri dari media cetak, radio siaran, dan televisi.

Dalam contoh jumpa pers tadi, maka bentuk komunikasi yang dipakai adalah
komunikasi kelompok.

Jika dilihat dari sifatnya, maka komunikasi dapat dibagi menjadi:
1. Komunikasi tatap muka.
2. Komunikasi bermedia.
3. Komunikasi verbal, yang terdiri dari lisan dan tulisan.
4. Komunikasi non verbal, yang terdiri dari isyarat badaniah dan gambar.
Dilihat dari sifatnya, acara jumpa pers itu adalah komunikasi tatap muka.

Jika dilihat dari metode yang digunakan, maka kegiatan komunikasi dapat dibagi menjadi:
1. Jurnalistik
2. Public Relations (hubungan masyarakat)
3. Advertising (periklanan)
4. Pameran
5. Publisitas
6. Propaganda
7. Perang Urat Syaraf
8. Penerangan
Dilihat dari metodenya, maka acara jumpa pers itu adalah acara public relations
(hubungan masyarakat).

Jika dilihat dari teknik yang digunakan, maka komunikasi dapat terbagi ke dalam:
1. Komunikasi informatif
2. Komunikasi persuasif
3. Komunikasi instruktif
4. Hubungan Manusiawi.
Dilihat dari tekniknya, maka acara jumpa pers itu dikategorikan komunikasi informatif.

Jika dilihat dari tujuannya, maka komunikasi memiliki beberapa kategori untuk:
1. Perubahan sikap
2. Perubahan pendapat
3. Perubahan perilaku
4. Perubahan sosial.
Dilihat dari tujuannya, acara itu untuk perubahan pendapat, dalam artian agar para jurnalis itu menjadi lebih tahu dibanding sebelumnya tentang penyelenggaraan pilkada di daerah tersebut.

Jika dilihat dari modelnya, maka komunikasi dapat dibagi kedalam:
1. Komunikasi satu tahap
2. Komunikasi dua tahap
3. Komunikasi multi tahap.
Sedangkan dilihat dari modelnya, maka yang terjadi adalah model komunikasi satu tahap, yaitu komunikasi tatap muka petugas humas dengan para jurnalis.

Jika dilihat dari bidang-bidang yang melatar belakangi, maka komunikasi dapat
dibagi menjadi:
1. Komunikasi sosial
2. Komunikasi manajemen
3. Komunikasi perusahaan
4. Komunikasi politik
5. Komunikasi interpersonal
6. Komunikasi antar budaya
7. Komunikasi pembangunan
8. Komunikasi lingkungan
9. Komunikasi tradisional
10.Komunikasi cyber.

Sementara dari bidang yang melatarbelakanginya, acara tersebut adalah perwujudan komunikasi politik.

Hakikat Komunikasi Manusiawi



Komunikasi manusia itu adalah proses simbolik yang melibatkan pemberian makna oleh masing-masing peserta komunikasi. Dengan cara pandang demikian, kita akan melihat implikasi yang terjadi dari proses komunikasi tersebut.

1. Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan komunikasi.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kita sulit melakukan komunikasi, yaitu:
a. Kurangnya informasi atau pengetahuan (tidak bisa menentukan dengan tepat
fokus komunikasi).
b. Tidak menjelaskan prioritas dengan gamblang (tidak bisa menjelaskan mana
yang paling penting diantara sejumlah hal).
c. Tidak menyimak (bukan hanya mendengar, tetapi juga meresapkannya dalam
kesadaran diri serta melibatkan diri dalam proses komunikasi tersebut).
d. Tidak memahami sepenuhnya dan tidak mengajukan pertanyaan.
e. Dalam mengambil keputusan, terlalu menaruh prasangka (hanya berpikir
berdasarkan apa yang baik bagi dirinya).
f. Tidak memahami kebutuhan orang lain.
g. Tidak memikirkannya dalam-dalam, terlalu cepat menarik kesimpulan.
h. Kehilangan kesabaran, membiarkan diskusi berubah menjadi ajang debat kusir.
i. Waktu yang singkat (tidak cukup waktu untuk mempertimbangkan dan
memahami cara berpikir orang lain).
j. Suasana hati yang buruk.

Jika salah satu atau lebih faktor di atas terjadi dalam komunikasi kita, maka bisa dipastikan komunikasi kita akan menjadi berat dan sulit. Lebih jauh lagi,komunikasi kita berpotensi untuk gagal (communication breakdown). Sejumlah hal akan kita alami jika ini terjadi.

2. Akibat Kegagalan Komunikasi
Jika kegagalan komunikasi terjadi, maka ada sejumlah masalah yang akan muncul sebagai implikasinya, yaitu:
a. Kegagalan berusaha.
b. Kehilangan niat baik (kegagalan komunikasi terbawa dalam perasaan sehingga memunculkan kecurigaan).
c. Menurunkan citra perusahaan/lembaga.
d. Tidur berkurang (karena tegang dan dipikirkan terlalu dalam).
e. Antusiasme berkurang (malas untuk melakukan komunikasi selanjutnya).
f. Kesalahan, ketidakefektifan kerja.
g. Produktifitas berkurang dan bermalas-malasan.
h. Harga diri dan kepercayaan diri menurun.
i. Frustrasi dan rasa permusuhan yang memuncak.
j. Ketidaksukaan staf kepada pimpinan.
k. Kreatifitas berkurang.
l. Semangat kerja dan kekompakan tim berkurang.
m. Ketidakhadiran dan apatisme atas pekerjaan.

3. Saringan/filter dalam berkomunikasi
Agar kesulitan komunikasi bisa dihindari, selain faktor yang bisa menyulitkan,
maka kita harus mewaspadai sejumlah filter yang secara potensial bisa menghambat komunikasi tersebut, yaitu:
a. Evaluasi yang terlalu dini (menilai tanpa bekal informasi yang cukup).
b. Ada hal lain dalam benak anda (tidak berkonsentrasi dan cenderung membagi
perhatian pada hal lain).
c. Kecenderungan untuk cepat mengambil kesimpulan (keterburu-buruan sebelum semua informasi lengkap diterima dan ditelaah).
d. Prasangka (munculnya stereotype/praduga yang bisa menyebabkan sikap
diskriminatif).
e. Pikiran anda mudah menerawang (sulit berkonsentrasi dan cenderung
memanjakan imajinasi daripada memperhatikan komunikasi orang lain).
f. Tidak perhatian (tidak memberikan kadar perhatian yang memadai untuk
komunikasi yang sedang dihadapi).
g. Asumsi-asumsi (kita adalah seperti yang kita pikirkan. Kita berpikir, bersikap
dan berperilaku seperti apa yang ingin kita pikir, sikap dan perilakukan).
h. Berada dalam situasi penuh tekanan/stress.
i. Kemampuan mendengar yang lemah (tidak melulu melihat siapa yang
berbicara, tetapi lebih menekankan pada apa yang dibicarakan).
j. Memiliki rentang perhatian yang singkat.
k. Gangguan pendengaran.
l. Gagasan-gagasan yang tak dapat diubah (sulit merubah sikap dasar, yang bisa
kita lakukan adalah mencoba mengarahkan sikap dasar pada sikap lain yang
masih dalam jalurnya).

4. Perbedaan antara apatis, empatik dan simpatik.
Dengan melihat pada saringan-saringan yang dihadapi, maka ada suatu sikap dasar dalam berkomunikasi yang penting untuk dikuasai yaitu sikap empatik. Sikap empatik ini, sering disebut dengan prinsip platina (platinum principle), untuk menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari sikap simpatik, yang sering disebut
sebagai prinsip emas (golden principle). Sementara yang harus dihindari adalah
sikap apatis.

Berikut pengertiannya masing-masing:
a. Apatis
“Aku sama sekali tidak perduli”.
Kita tidak dapat berkomunikasi dalam waktu lama atau dengan sangat baik
terhadap seseorang yang sama sekali tidak mempedulikan apapun yang kita
katakan.
b. Simpatik
Kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan.
c. Empatik
Kita memperlakukan seseorang sebagaimana orang tersebut ingin diperlakukan.

5. Prinsip dasar konsep menang-menang (win-win solution) jika menghadapi
konflik

Sebelum menguraikan bagaimana melakukan konsep “menang-menang” jika
menghadapi konflik, terlebih dahulu akan dikemukakan tiga cara pandang terhadap konflik, yaitu:

a. Cara Pandang Tradisional
Dalam cara pandang ini, konflik adalah sesuatu yang buruk, merugikan dan
menghancurkan. Oleh karena itu, sebaiknya dihindari.

b. Cara Pandang Manusiawi
Dalam cara pandang ini, konflik dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena
pada dasarnya manusia itu berbeda. Jadi konflik tidak dihindari, tetapi dihadapi,
namun jangan mengundang konflik. Dalam perspektif ini, setiap perbedaan
berpotensi menjadi konflik. Perbedaan gender, perimbangan kekuasaan, dan
anggaran pusat-daerah, kelas sosial, dan banyak perbedaan lainnya.
c. Cara Pandang Interaksionis
Cara pandang ini melihat konflik sebagai sesuatu yang bukan hanya wajar,
namun baik dan perlu. Sehingga ketiadaan konflik justru meresahkan. Cara
pandang seperti inilah yang relevan dengan konsep ‘manajemen konflik’,
karena di dalamnya akan terdiri dari tidak hanya bagaimana menyelesaikan
konflik, namun juga merekayasa konflik untuk tujuan menguatkan organisasi
atau hubungan yang terjadi.

Dalam menghadapi konflik, ada beberapa cara yang biasanya dipilih, yaitu:

a. Menghindar
Cara ini umumnya biasa berada dalam cara pandang tradisional.

b. Mengalah (Akomodatif)
Di sini kita memilih untuk mementingkan kepentingan orang lain dan
meminimalkan kepentingan kita sendiri. Dengan begitu, yang terjadi adalah
‘kalah-menang,’ dimana kita adalah pihak yang kalah.

c. Bersaing (Kompetitif)
Di sini kita memilih untuk bersaing/berkompetisi dan berusaha untuk menjadi
pemenang, yaitu menempatkan kepentingan kita sebagai yang utama, dan
meminimalkan kepentingan orang lain. Dengan begitu yang terjadi adalah
‘menang-kalah,’ dimana kitalah yang menjadi pemenang.

d. Berkompromi
Di sini kita memilih untuk sama-sama mengalah dengan pihak lain yang
berkonflik dengan kita. Dengan begitu yang terjadi adalah ‘kalah-kalah,’
dengan kedua belah pihak menjadi pihak yang kalah.

e. Memecahkan Masalah (Problem Solving)
Di sini kita memilih untuk sama-sama menempatkan kepentingan pihak lain
sebagai pemenang. Dengan kata lain, kedua belah pihak bersepakat untuk
‘menang-menang.’

Agar prinsip menang-menang itu terwujud, maka perlu dilakukan cara-cara berikut
ini:
a. Saling menghargai, tidak bersifat ego-sentris, baik atas dasar kekuasaan, gender, atau pendidikan.
b. Mencari persamaan dasar, kepentingan apa yang bisa mempertemukan tujuan bersama.
c. Menetapkan kepentingan, keinginan, dan kekhawatiran bersama.
d. Jika perlu, definisikan kembali permasalahan atau hal yang tidak disepakati.
e. Memusatkan perhatian pada suatu hasil yang dapat diterima semua pihak.
f. Memberikan pilihan-pilihan dan tetap fleksibel atas kemungkinan untuk
berubah.
g. Biarkan pikiran Anda selalu terbuka, terutama atas alternatif-alternatif
penyelesaian dari kedua belah pihak.
h. Bersikap positif, tidak negatif.
i. Bekerjasama menyelesaikan masalah.
j. Hapus kata ‘tetapi’ dari kosa kata Anda. Orang lain pasti akan tidak nyaman
jika Anda selalu menyatakan ‘tetapi’ atas pendapatnya.
k. Jika pendekatan Anda tidak berhasil, gantilah. Jangan putus asa untuk mencoba
argumentasi baru yang lebih meyakinkan.
l. Tarik napas panjang. Barangkali itu akan membuat ketegangan Anda
mengendur.

6. Tingkah laku yang dapat mempengaruhi situasi komunikasi menjadi sulit atau
tidak

Dengan memperhatikan pembahasan sebelumnya, maka dalam berkomunikasi
sebaiknya kita membuat situasi komunikasi menjadi menyenangkan bagi pihak lain yang berkomunikasi dengan kita. Kita berusaha agar tingkah laku kita dalam
berkomunikasi, tidak membawa kita ke dalam situasi komunikasi yang
menyulitkan.

Berikut perbedaan antara tingkah laku yang menolong dan yang tidak menolong terhadap situasi komunikasi yang menyenangkan.

a. Tingkah laku menolong
1) Memusatkan pembicaraan hanya pada satu topik.
2) Bersabar.
3) Menjelaskan apa yang sedang didiskusikan dan mengapa.
4) Menyimak.
5) Menghormati pendapat orang lain.
6) Membuka segala keluhan dan permasalahan.
7) Ingin mencapai kesepakatan.
8) Memusatkan perhatian pada apa yang Anda setujui.
9) Memusatkan perhatian pada apa yang Anda berdua harapkan.

b. Tingkah laku tidak menolong
1) Bertahan pada pendapat sendiri.
2) Tidak siap untuk mengakui bahwa orang lain memang benar.
3) Menginterupsi.
4) Semua orang bicara pada saat yang bersamaan.
5) Sasaran tidak jelas.
6) Berteriak, marah.
7) Terlalu cepat mengambil kesimpulan.
8) Memaksakan “cara penyelesaian” kita kepada orang lain.
9) Memusatkan diri hanya pada kepentingan sendiri.

7. Deadly sin dalam sebuah kegiatan komunikasi
Jika kita coba rangkum dari apa yang telah kita perbincangkan tentang komunikasi ini, maka kita akan menemukan sejumlah hal yang benar-benar harus kita hindari agar komunikasi kita tidak mengarah kepada ketidakefektifan. Maka, bolehlah hal-hal yang harus kita hindari itu kita sebut sebagai ‘dosa mematikan’ (deadly sin) dalam sebuah kegiatan komunikasi.
a. Mengevaluasi (menghakimi orang lain).
b. Menghibur (yang malah membuat komunikasi menjadi tidak terfokus).
c. ‘Coba-coba jadi Psikolog’ atau menjuluki, mudah memberikan penilaian
terhadap orang lain.
d. Memberikan pernyataan yang sarkastik atau menyindir.
e. Mengajukan pertanyaan yang berlebihan.
f. Mengatur dan ‘menuntun,’ mengarahkan perbincangan hanya ke arah yang kita inginkan.
g. Mengancam atau memberikan tekanan berdasar kekuasaan yang dimiliki.
h. Memberikan nasihat yang tidak diminta.
i. Bersikap tersamar atau ambigu yang membuat orang lain bingung menetapkan
komunikasinya.
j. Tidak mau membagi informasi.
k. Mengalihkan (memindahkan obyek pembicaraan karena tersudut).

Sumber : bahan Diklat LAN

Aksioma Dasar Komunikasi

Aksioma komunikasi adalah prinsip-prinsip dasar dari kegiatan komunikasi, yang
hampir tak terbantahkan lagi kebenarannya. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, setiap petugas PR lembaga pemerintah akan menjadi waspada dan berhati-hati dalam setiap perilakunya. Karena pada dasarnya setiap perilakunya merupakan proses simbolik yang melibatkan pemberian makna oleh orang lain. Sehingga penting bagi setiap petugas PR lembaga pemerintahan untuk menjaga kualitas dan kemampuan komunikasi diri agar dapat menjaga kualitas citra lembaga.


Aksioma dasar mengenai komunikasi diantaranya adalah :

1. Segala yang kita lakukan adalah komunikasi

Sangat tidak wajar jika kita berkomunikasi hanya karena ‘kita ingin berkomunikasi’, sehingga semua komunikasi memiliki tujuan, manfaat, dan secara sadar memiliki motivasi tertentu. Meski hal itu benar adanya, namun seringkali kita berkomunikasi tanpa kesadaran untuk melakukannya dan pada saat yang sama bahkan kita tak menginginkannya.

Kapanpun kita terlibat dalam suatu situasi interaksi, kita pasti akan memberikan
tanggapan. Bahkan, jika kita memilih untuk tidak menanggapi secara verbal atau
kita memilih diam dan tak menggerakkan satu pun otot kita, maka itu pun sudah
berarti sebuah tanggapan. Tanggapan tersebut, tentu saja, memiliki pesannya sendiri, juga dapat mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain, kita tidak dapat
secara sukarela untuk berhenti bertingkah laku, karena perilaku tak memiliki lawan.

Pada dasarnya, kita memperlihatkan banyak tanda (petunjuk) baik verbal maupun non-verbal sebagai bentuk komunikasi kita. Oleh karenanya, seberapa besar upaya kita, kita tak dapat untuk tidak berkomunikasi (we cannot not to communicate), karena seluruh perilaku kita adalah komunikasi dan memiliki nilai pesannya sendiri.

2. Cara pesan disampaikan selalu mempengaruhi bagaimana pesan tersebut diterima

Dalam berkomunikasi terdapat dua dimensi, yaitu dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi komunikasi berkaitan dengan tingkat data atau informasi dan menggambarkan perilaku yang diharapkan sebagai respon (tanggapan). Berlawanan dengan itu, dimensi hubungan komunikasi menunjukkan bagaimana pertukaran itu diterjemahkan, serta sinyal apa yang dipikirkan seseorang tentang orang lain. Misalnya kalimat, “Tutup Pintu!” Isi kalimat itu mengharapkan orang lain untuk melakukan suatu tindakan yaitu menutup pintu. Namun, kalimat tersebut bisa disampaikan dalam nada perintah, permohonan atau imbauan. Perbedaan cara menyampaikan itu akan menandakan hakikat hubungan antar peserta komunikasi. Berdasarkan cara-cara tersebut, kita memberikan petunjuk kepada orang lain tentang bagaimana kita memandang hubungan kita dengan orang tersebut.

3. Komunikasi yang sebenarnya adalah pesan yang diterima, bukan yang diharapkan untuk diterima

Siapapun bisa mendengar atau melihat pesan yang disampaikan oleh orang lain.
Namun, persoalan dasarnya adalah apakah orang lain tersebut mengerti apa yang kita komunikasikan, sesuai dengan harapan kita. Di sini persoalan menjadi lebih rumit. Hanya pada pesan yang dimengerti itulah kita bisa menyebutnya sebagai komunikasi, bukan seberapa banyak kita melemparkan pesan.

4. Cara kita memulai pesan seringkali menentukan hasil komunikasi

Seringkali kita mengalami tanggapan yang tidak menyenangkan dari kawan komunikasi kita. Hal itu, seringkali, disebabkan oleh awal komunikasi yang kita lakukan. Pilihan kata dan nada suara pada awal komunikasi kita, dapat menyebabkan orang lain tersinggung dan menjaga jarak, bahkan menolak komunikasi kita. Sehingga keberhasilan komunikasi kita akan ditentukan oleh bagaimana kita memulainya.

5. Komunikasi merupakan jalan dua arah, kita harus dapat memberi tidak hanya menerima

“Seorang pembicara yang baik (a good speaker) muncul dari seorang penyimak yang baik (a good listener).” Jika komunikasi kita ingin berhasil, maka kita tidak hanya menyampaikan komunikasi dengan jelas, namun kita juga harus menyimak komunikasi orang lain, sehingga komunikasi itu menjadi jelas. Pada akhirnya, pengertian dan kesepahaman akan didapat.

6. Komunikasi adalah ‘tarian’
Komunikasi tidak hanya sekedar memberi dan menerima. Namun lebih dari itu, kita harus melakukannya bersama-sama. Suatu proses dua arah. Kita tidak bicara ‘kepada’ kawan bicara kita, namun kita bicara ‘dengan’ mereka. Oleh karenanya, tidak akan ada komunikasi yang sama. Karena pengalaman komunikasi kita dengan mereka akan berbeda setiap saat. Seperti sebuah tarian bersama, maka semua penari harus menyelaraskan gerakannya agar terlihat indah, tidak atas kemauan pribadinya sendiri.

Dari pemahaman mengenai kenyataan dalam berkomunikasi di atas, dapat dirumuskan hal-hal yang harus disadari oleh seorang komunikator, jika ingin melakukan komunikasi dengan baik. Seorang komunikator harus sadar bahwa:
1. Komunikasi sebenarnya tidak akan pernah terjadi, kecuali jika ada khalayak yang mau melihat atau mendengar apa yang kita sampaikan.
2. Kita tidak hanya berkomunikasi semata-mata melalui serangkaian kata-kata, tetapi juga melalui seluruh penampilan kita (fisik bangunan, penampilan petugas,
penampilan media, dan sebagainya).
3. Berkomunikasilah kepada khalayak dalam pengalaman mereka, jika ingin mereka perhatikan.
4. Jika proses komunikasi ini menemui kesulitan, itu menjadi pertanda bahwa strategi kitalah yang salah, bukan pikiran khalayak yang salah.
5. Dan jika akhirnya kita gagal dalam proses komunikasi tersebut, maka bukan
sekedar kata-kata yang harus diperbaiki, melainkan semua pikiran atau
pertimbangan di balik kata-kata tersebut.
6. Sebelum mulai berkomunikasi, kita harus mengetahui persis apa yang diharapkan khalayak dari proses komunikasi tersebut.
7. Komunikasi kita akan semakin efektif jika melibatkan nilai dan aspirasi khalayak.
8. Jika yang kita nyatakan berlawanan dengan keyakinan, aspirasi, serta motivasi khalayak, maka hampir bisa dipastikan bahwa komunikasi kita gagal sama sekali.
9. Yang menjadi masalah bukan yang ada dalam pikiran kita, melainkan apa yang diterima dan diserap oleh khalayak.