Nobar Opera Van Java

 
Kamis, 13 Oktober 2012 merupakan salah satu hari yang menyenangkan buat saya selaku dosen. Ada 25 orang mahasiswa yang berhasil saya yakinkan untuk nonton langsung pertunjukan Opera Van Java. Acara berformat wayang orang ini merupakan salah satu acara andalan Trans 7  yang menampilkan kelulucuan Sule, Azis, Andre, Parto dan Nunung plus sederet bintang tamu yang terkenal (tentunya yang lucu juga dong).

Saya sangat mengapresiasi partisipasi separuh mahasiswa di kelas saya yang mau bela-belain datang  ke Studio Quet di jalan Perdatam Raya no. 17. Bergerombol mereka datang naik motor dan janji berkumpul di parkiran studio yang panat,  tak menyurutkan kegembiraan kami. Dan tak hanya mahasiswa  yang masih saya ajar yang ikut serta, tetapi juga ada beberapa mantan mahasiswa kelas saya. Sebut saja Irvan, Khairul dan Rizky. Sambil menunggu pertunjukan dimulai kami bak ber-Reuni membicarakan banyak hal. Beragam yang mereka “adukan” tentunya apa yang bisa saya sampaikan sebagai solusi, saya kemukakan. Mereka memang “anak-anak” saya yang baik, silaturahiim tak lagi terikat oleh ruangan kelas.

Kembali ke masalah Nobar OVJ, bukan sekedar menonton kalau saya memboyong mereka outing keluar kelas. Kendati di awal niat, sempat dikatakan bahwa tak tepat membawa mahasiswa PR ke sini karena bidang broadcast dan lebih cocok untuk kajian jurnalistik, saya tak kecil hati. Kalaupun itu benar tidak ada relevansinya, sekurang-kurang saya bisa tertawa bersama dengan mereka dan mendekatkan diri kami masing-masing agar terbawa dalam suasana kelas yang hangat dan tidak membosankan. Niat saya sederhana, ingin membuka mindset mereka sebagai mahasiswa yang berdisiplin ilmu PR, bahwa dunia komunikasi (dan tentunya dunia PR) sangat luas, lapangan kerja yang membutuhkan keahlian “how to communicate “, “how to influence”, “How to manage people” sebagai kajian ilmu komunikasi begitu membentang luas. Saya berharap mereka jangan terjebak pada pola bahwa kelak masuk kerja di Biro Humas perusahaan. Kalau itu polanya, yang ada (dan yang saya khawatirkan) mereka akan terkungkung dengan pekerjaan rutin mengkliping Koran. Tapi dengan melihat sinergi (salah satunya) di dunia broadcast mereka terpancing untuk melihat pilihan-pilihan lain yang diharapkan lebih menantang. Saya sendiri yang akhirnya mengikat hidup dalam sebuah BUMN kadang masih memimpikan untuk bekerja di bidang entertaintment. Rata-rata karakter orang di dunia seperti itu adalah mereka yang supel, berwawasan, kreatif, dll. Bagi yang berusia muda akan sangat penting sebagai ajang penggemblengan diri sebelum kelak mereka menetapkan satu pilihan karirnya.

So… sambil saya menyaksikan adegan demi adegan dan tertawa bersama plus “kewajiban” bertepuk tangan serta menerikan yel-yel, saya perhatikan mahasiswa satu demi satu. Rasanya tak ada yang merasa terpaksa mereka ajak kesini. Semua tertawa, semua bertepuk tangan, semua berteriak dan semua bergembira. Suasana yang gelap dan panas berasa sejuk ketika seorang dari mereka berbisik “Bu kelak saya ingin bekerja di televise”, saya hanya mampu tersenyum “cepat selesaikan sekolahmu, setelah itu cari karena dunia TV begitu luas”. Padahal hati saya membuncah gembira. Walaupun hanya seorang mahasiswa yang menyatakan minatnya tak berarti yang lain tidak tertarik kan ? sekurang-kurangnya tujuan saya membawa mereka ke studio ini guna memberikan wawasan ada hasilnya. Sebagai dosen, saya punya angan-angan, ada diantara anak didik saya yang kelak jadi “orang” sehingga ketika saya melihatnya di ekspose di TV atau surat kabar saya bisa turut bangga dan pantas membathin “anak itu pernah ada di kelas saya”. Semoga….