13 Hal Yang Diajarkan Film Spongebob Tentang Bisnis


Quote:1.Intergritas dan Loyalitas
Quote:
Quote:Dalam episode "The Graveyard Shift" menunjukan bagaimana senangnya dia ketika Krusty Krab dibuka 24 jam, episode lainya yg menujukan integritas Sponge Bob dalam episode“ Just One Bite“ dimana dia selalu datang jam 3 pagi untuk menghitung Krabby paty Integritas seorang pegawai menjadi salah satu faktor keberhasilan suatu bisnis dimana dedikasi seorang pegawai akan menentukan perkembangan bisnisnya dan inilah yang ditunjukan oleh Sponge Bob ke Krusty Krab
Quote:2. Penghargaan Terhadap Pegawai
Quote:
Quote:Dalam binsis pegawai merupakan inti sebuah perusahaan untuk itulah penting memberikan penghargaan terhadap pegawai agar produktivitsanya meningkat. Dalam Film Spongebob ini ditunjukan oleh Mr. Krabs pada episode ‘Employee of the Month’ dengan memberikan predikat pekerja pada bulan ini kepada pegawai yang telah bekerja dengan baik di Krusty Krab yang akhirnya membuat Sponge Bob dan squidward salaing bersaing untuk mendapatkan penghargaan tersebut.
Quote:3.Strategi Pemasaran
Quote:
Quote:Dalam berbisnis diperlukan strategi yang tepat agar produk yang kita jual disukai masyrakat dalam spongebob nilai ini ditunjukan pada episode “The Good Krabby Name “ dimana agar penduduk bikini bottom agar datang ke Krusty Krab Mr. Krab menyuruh spongebob memikirkan nama yg dapat menarik pelanggan datang, di episode “As Seen On TV” Mr.Krab melakukan pemasaran dengan memperkenalkan Krabby patty melaui TV.
Quote:4.Fokus pada Inti Bisnis Anda
Quote:
Quote:Pada episode "Bossy Boots" Mr.Krab mengangkat Pearl menjadi pegawai Krusty Krab ide Pearl merubah Krusty Krab mulai dari makanan,nama dan bentuk Krusty Krab karena perubahan tersebut sudah melenceng dari inti bisnis kraby patty mengakibatkan Mr.krab kehilangan banyak uang. Pelajaran diatas menunjukan bahwa ketika mengembangkan bisnis kita harus tetap pada awal inti bisnis tersebut perubahan yg signifikan malah dapat menghancurkan bisnis kita.
Quote:5.Kualitas Produk
Quote:
Quote:Pada episode “Born Again Krabs“ Mr. Krab menyuruh menjual Krabby Patty yang sudah busuk dan tidak boleh membikin yang baru sampai Patty yang busuk itu terjual akibatnya Krab kehilangan banyak pelangga pelajaran yg dapat diambil adalah Kualitas Produk yang dijual menentukan kelayakan barang tersebut untuk dibeli pembeli, pembeli tidak lagi bodoh mereka dapat mempelajari produk yang kita jual.
Quote:6.Pelanggan Adalah Raja
Quote:
Quote:Dalam episode” The Krusty Tower” mengajarkan pentingnya pelanggan bagi bisnis bercerita ketika Mr.Krab ingin membuat hotel dengan slogan kalimat "We shall never deny a guest even the most ridiculous request"(kita tidak pernah menolak permintaan pelanggan meskipun itu permintaan aneh2) kalimat tersebut menujukan bahwa betapa pentingnya pelanggan bagi sebuah bisnis.
Quote:7. Pelayanan=Keuntungan
Quote:
Quote: Pada episode “Bubble Buddy” Mr.krabs menyuruh Squidward untuk melayani apapun yg diminta bubble budy karena telah membeli semua Krabby Patty. Pada episode “Good Ol' Whatshisname “ dengan meberi pelayanan berupa mengingat nama pelanggan dapat meberi keuntungan yakni pelanggan akan datang kembali dua episode diatas menunjukan bahwa pelayanan yang baik akan membuat pelanggan prcaya pada produk yg kita jual sehingga keuntunganpun kita dapat.
Quote: 8. Profitabilitas(Keuntungan)
Quote:
Quote: Tujuan bisnis adalah menghasilkan profit untuk pemilik bisnis. Sehebat apapun yang dilakukan, tidak ada manfa'atnya jika tidak menghasilkan profit. Banyak episode yang menunjukan bagaimana Mr.Krab mencari untung mulai dari menaikan harga kraby patty sampai dengan menjual produk produk lain di luar kraby patty dalam episode “Bucket Sweet Bucket” Sponge Bob berhasil menemukan barang2 antik dari chum bucket sehingga membuat Krusty Krab tampak mewah yg dimanfaatkan Mr. Krab dengan menaika harga Krabby Patty
Quote: 9. Kreatifitas dan Inovasi Produk
Quote:
Quote: Pada episode “Patty Hype” menceritakan bisnis yg lesu dimana Krusty Krab tidak mendapat pelanggan satupun akhirnya Sponge Bob memberi ide untuk mebuat Pretty Patty yang akhirnya sukses besar dan banyak orang yang membeli kepada Sponge Bob pelajaran yg diambil agar bisnis tidak stagnan diperlukan inovasi agar pembeli tidak jenuh terhadap barang yg dijual terlalu umum/biasa
Quote: 10.Kompetisi
Quote:
Quote: Dalam berbisnis kompetisi akan selalu ada layaknya Krusty Krab dan Chum Bucket dimana Krusty Krab dengan Kraby Pattynya yg selalu berhasil menang kompetisi antara keduanya menciptakan ide ide inovatif baik pada Mr. Krab dan Plankton pelajaran yg diambil adalah bisnis tidak akan lepas dari kompetisi
Quote: 11. Jangan mudah menyerah dalam berbisnis
Quote:
Quote: Yakin bahwa sebesar apapun kegagalan yang dialami selama berpikir positf dan pantang menyerah kesuksesan akan didapat. mungkin hal inilah yang diajarkan plankton dalam berbisnis tidak peduli seberapa banyak dia gagal mencuri resep Krabby Paty dan restoran Chum Bucketnya yg tidak mendapat pembeli satupun namun dia tetap berusaha memajukan bisnisnya dengan berbagai ide anehnya.
Quote: 12. Identifikasi Peluang Bisnis
Quote:
Quote: Dalam episode “20,000 Patties Under the Sea” Sponge Bob dan Patrick menemukan kapal selam hal ini memberi ide Mr.Krab menciptakan restoran keliling yg bisa membawa banyak untung pelajaran yg diambil adalah seorang wirausaha harus mampu mengamati lingkungan sekitar untuk menciptapkan peluang bisnis bukan sebaliknya.
Quote: 13.Efisiensi
Quote:
Quote:Kata efisiensi tentunya tidak lepas dari Mr.Krab pada episode “Life is Crime” melakukan penghematan dimana seluruh barang yg ada di Krusty Krab di dapatkan dari meminjam, episode “Kusty Krab Traning Video” menunjukan penghematan yg dilakukan Mr. Krab antara lain mebangunya Krusty Krab dari rumah jompo,hanya merekrut 2 pekerja,dan tidak membeli teknologi yg tidak diperlukan. Pelajarannya adalah effisiensi penting untuk meningkatkan keuntungan tetapi jangan sampai seperti Mr. Krab

Mencermati Pasang Surut Hubungan Media Massa dengan PR

Kabar Dari Surabaya Pos…
Beberapa waktu lalu, sebuah hotel berbintang lima di Surabaya pernah mengundangwartawan dalam sebuah acara party di pub hotel tersebut. Target si PR  (public relations)mungkin sederhana saja, ada pemberitaan biasa terkait acara itu. Karena acaranya heboh,mendatangkan penari seksi yang seluruh tubuhnya dilumuri cokelat, si PR tidak menyangka pemberitaan di media keesokan harinya malah melewati target. Foto mandi cokelat itu terpampang menjadi foto pertama di halaman pertama salah satu media (Mahdi, 2005). Bisa ditebak, kemudian terjadi kehebohan. Bukan lantaran acara itu sangat istimewa, karena dimuat cukup besar di halaman pertama, tetapi karena manajemen hotel itu harus berurusan dengan polisi karena disangka menyelenggarakan acara yang melanggar kesusilaan. Pihak manajemen kemudian mengambil kebijakan untuk membatasi hubungan dengan media, dan bukan memberikan klarifikasi yang memadai tentang peristiwa tersebut. Ilustrasi ini merupakan salah`satu gambaran media relations yang terjalin antara PR dan media.

Hubungan yang terjadi bagaikan air laut di tepi pantai, kadang pasang kadang surut. Kadang mampu memberikan keuntungan publisitas bagi pihak manajemen, kadang gagal dan berefek negatif bagi pihak manajemen seperti kasus di atas. Walaupun begitu, tidak dapat dipungkiri, bila kita berbicara mengenai tugas-tugas terpenting bagi seorang public relations manager (PRM) atau officer(PRO), maka media relations merupakan salah satu di antaranya. Seseorang yang berada di posisi eksekutif ini perlu menjalin komunikasi yang baik dengan media, dan secara intens membina hubungan dengan wartawan yang menjadi jembatan pada setiap perusahaan untuk mengkomunikasikan programnya melalui media.

Dari kepentingan timbal -balik ini, jelaslah bahwa kedua pihak saling membutuhkan.Namun benarkah hubungan yang terjadi benar -benar bersifat mutual dependence? Ini yang perlu untuk tidak dilupakan bahwa di dalam kaitan timbal balik ini, sesungguhnya PR yang sangat bergantung pada suatu kerjasama dengan media, karena selain masalah kredibilitas yang dimiliki oleh media dimana media massa mempunyai arti penting dalam membentuk pendapat umum(opini publik) atau mengubah suatu sikap publik yang tidak menguntungkan, sukar bagi PR untukmempunyai sarana media sendiri yang dapat berfungsi sebagai surat kabar misalnya yang dapat menyampaikan informasi setiap hari (Mahmud, 1994:95). Hal ini perlu dipahami oleh praktisi PR mengingat adanya beberapa keterbatasan untuk dapat mencapai khalayak luar, jika dibandingkan dengan peran media massa. Berkaitan dengan arti penting media massa dalam membentuk opini publik, media sering kali dianggap sebagai konstruksi realitas dan bahasa adalah perangkat dasarnya. Dalam hal ini media massa lazim melakukan 3 (tiga) tindakan dalam konstruksi realitas dimana hasil akhirnya berpengaruh kuat terhadap pembentukan makna atau citra tentang suatu realitas.

Pertama, dalam hal pilihan kata atau simbol (bahasa). Sekalipun media massa hanyabersifat melaporkan, tetapi jika pemilihan kata, istilah atau sebuah simbol yang konvensional memiliki arti tertentu di tengah masyarakat, tak pelak akan mengusik masyarakat tersebut (Sudibyo dkk., 2001:75). Jadi sebuah berita bukan sekedar informasi tentang fakta. Berita sekaligus menyajikan interpretasi akan arti dan makna peristiwa.

Kedua, dalam melakukan pembingkaian ( framing) suatu peristiwa, minimal oleh sebab adanya tuntutan teknis, seperti keterbatasan -keterbatasan kolom dan halaman atau waktu, jarang ada media yang membuat berita suatu peristiwa secara utuh. Atas nama kaidah jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar dan rumit, dicoba disederhanakan melalui mekanisme pembingkaian untuk kepentingan pemberitaan ini. Komunikator massa seringkali hanya menyoroti hal-hal yang penting dari suatu peristiwa, dalam arti mempunyai nilai berita atau minimal penting berdasarkan kebijakan redaksional media yang bersangkutan. Dari sini mulai dapat dilihat peluang ke arah mana pembentukan atau formasi sebuah berita akan dibawa oleh sebuah media. Wacana yang terbentuk pun, sebagai hasil dari sebuah frame, tidak saja mengindikasikan adanya kepentingan redaksi, tetapi juga bisa memberitahukan makna atau image yang dikandung dalam wacana tersebut (Sudibyo dkk, 2001:87).

Ketiga, adalah menyediakan ruang dan waktu. Justru hanya jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa, maka peristiwa itu akan memperoleh perhatian oleh masyarakat.Pada konteks itu media massa memiliki fungsi sebagai agenda setter sebagaimana dikenal dalam teori agenda setting. Menurut Melvin de Fleur dan Sandra Ball -Rokeach, tesis utama teori ini adalah besarnya perhatian masyarakat terhadap sebuah isu amat tergantung pada seberapa besar media memberikan perhatian pada isu tersebut. Faktanya konsumen media jarang membicarakan kasus yang tidak dimuat oleh media, yang boleh jadi kasus tersebut justru sangat penting untuk masyarakat. Dalam teori ini media massa dipandang berkekuatan besar dalam mempengaruhi masyarakat. Apa yang disajikan media, hal itu pulalah yang menjadi gambaran realitas yang menempel di benak masyarakat. Bila media menggambarkan sebuah realitas dengan warna merah, niscaya merah jualah gambaran yang tertanam dalam benak khalayak  (Sudibyo dkk.,2001:91).http://blogs.unpad.ac.id/pradita/mencermati-pasang-surut-hubungan-media-massa-dengan-pr/

Media Komunikasi dan Kehumasan

Pengenalan khalayak, audience atau publik dari pengertian public (dalam bahasa Inggris) lebih relevan untuk memahami struktur publik karena relevan dengan konteks public relations (humas). Pengenalan bentuk publik lebih dipahami pula dalam konteks sasaran organisasi tertentu baik komersial dan nonkomersial dalam hubungan dengan publiknya: publik internal dan publik eksternal. Pemahaman struktur publik yang lebih menyeluruh adalah dari segi manajemen humas yang mengelola hubungan organisasi dan publik internal maupun publik eksternal, yang meliputi enam unsur.

Pakar humas, Frank Jefkins mengemukakan ada delapan publik utama dari kelompok orang yang berkomunikasi dengan suatu organisasi baik secara internal maupun eksternal. Dikemukakan pula mengapa suatu organisasi harus mengenali publik organisasinya dengan memahami empat alasan penting. Alasan ini membawa konsekuensi dan membebani pelaksana humas bila tidak mengantisipasi ciri publik itu. Peranan opini (sikap publiknya) diutamakan dalam memperoleh dukungan publik tertentu mengenai citra organisasi.

Di pihak lain pengenalan publik erat hubungannya dengan perumusan penelitian proses perencanaan humas suatu organisasi yang meliputi 6 P: people, process, practise, product, plant, dan publication. Bentuk publik dikenal juga melalui penggolongan (klasifikasi) hubungan antara komunikasi dan komunikator antara lain publik sosial, publik fungsional, serta target publik yang dikenal dengan stakeholders dalam lima klasifikasinya.

Unsur-unsur Media Komunikasi Humas
Unsur-unsur media komunikasi atau media yang digunakan humas, dipahami dalam konteks pemilihan media yang sesuai dengan ciri-ciri dan sifat publik yang dikelola hubungannya oleh suatu organisasi. Jelasnya media komunikasi yang digunakan adalah yang sesuai dengan ciri publik internal dan publik eksternal dari suatu organisasi. Publik internal adalah karyawan, pemegang saham, dan hubungan industrial; sedangkan publik eksternal adalah komunitas sekitar organisasi, konsumen, pemerintahan, media pers.

Baik hubungan secara manusiawi (human relations) maupun dalam keadaan krisis organisasi, termasuk pula media yang digunakan humas meliputi tiga komponen, yaitu manajemen organisasi, publik, dan humas. Sebagai unsur pendukung perlengkapan teknis, yang digunakan adalah buletin internal, papan pengumuman, kunjungan berkala, dan tatap muka. Tidak kurang pentingnya hubungan karyawan (employee relations) di tempat bekerja sehari-hari.

Demikian pula media hubungan dengan pemegang saham untuk menanamkan rasa memiliki perusahaan dan saling menguntungkan dengan pihak manajemen, khususnya manajemen keuangan dan investasi melalui wawancara atau kuesioner, pos atau forum-forum rapat. Media dalam hubungan industrial juga menggunakan forum-forum konsultasi di dalam atau antara bipartit dan tripartit ataupun antara SPSI dan apindo. Demikian pula media-media yang digunakan dalam hubungan publik eksternal yang terdiri dari para pelanggan komunitas tertentu, instansi pemerintah, pers. Hubungan media pers sangat berperan dengan menggunakan unsur-unsur media cetak atau elektronik yang ditunjang oleh kemitraan yang terpadu antara praktisi humas dan wartawan dengan saling menghormati profesi masing-masing.

Penggerakan dan Pengarahan Kegiatan Humas
Fungsi manajemen humas adalah mengelola hubungan organisasi dan publik, mewujudkan saling pengertian bersama untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan secara efisien dan efektif. Dengan kata lain menyampaikan informasi yang objektif mengenai kebijakan pimpinan agar publik dapat memahami organisasi/perusahaan yang diwakilinya, sekaligus menilai opini/sikap publik terhadap organisasi/perusahaannya.

Fungsi manajemen pengembangan pelaksanaan menggerakkan (actuating) Humas terutama terlibat dalam proses penetapan sasaran dan tujuan organisasi, pembagian pekerjaan organisasinya, dan motivasi, kepemimpinan, koordinasi serta komunikasi. Proses menggerakkan humas tersebut berlandaskan delapan tugas manajemen humas secara fungsional dan operasional serta meliputi tiga bidang peranan manajer dengan enam langkah pengorganisasiannya. Peranan motivasi ditentukan oleh sejauh mana humas memahami sikap dan perilaku organisasi dan publik mewujudkan kredibilitas, citra, serta sasaran organisasinya secara efisien dan efektif. Di pihak lain ditentukan pula oleh dorongan motivasi penilaian orang luar (publik) terhadap organisasi dan budaya perusahaannya (corporate culture). Pengarahan motivasi sangat dipengaruhi oleh penerapan empat macam pendekatan filsafat manajemen humas.

Sedangkan pengarahan operasionalnya meliputi empat tindakan yang membantu manajemen menggerakkan humas. Pengarahan motivasi dan operasional tersebut berdasarkan pola umum dengan tiga model motivasi: tradisional, hubungan manusiawi, dan sumber daya manusia. Manajemen humas dapat mengalami masalah hubungan yang tidak efektif antara lain disebabkan oleh masalah komunikasi organisasi. Masalah ini dipengaruhi oleh empat faktor saluran/struktur organisasi formal dan oleh empat macam jaringan aliran komunikasi. Oleh karena itu perlu dipahami strategi komunikasi organisasi: komunikasi vertikal, lateral dan diagonal dengan prosedur hubungan dan tindakannya masing-masing.

Komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif, oleh karena itu perlu dipahami empat masalah pencapaian komunikasi yang efektif. Upaya pencapaian ini merupakan tugas pemrosesan informasi dengan tiga cara pendekatannya. Pengarahan secara strategis dalam menggerakkan humas tergantung juga kepada faktor kepemimpinan dalam organisasi di samping pengaruh melalui motivasi, komunikasi organisasi, dan koordinasi. Ada tiga pendekatan kepemimpinan yang perlu dipahami. Antara lain adalah yang dikenal dengan teori X dan Y oleh Mc Gregor dan kisi-kisi manajerial oleh Blake dan Mouton.

Persyaratan Tenaga Humas
Perencanaan mutu dan kemampuan tenaga humas secara mendasar, mengacu pada tanggung jawab ilmiah dan ilmu-ilmu sosial yang melandasi pengetahuan humas, dan pada persyaratan tugas dan tanggung jawab manajerial humas dalam mengadakan rekayasa sosial budaya mencapai dukungan publik. Dengan kata lain persyaratan dasar selaku manajer organisasi, berlaku bagi tenaga humas di samping penguasaan teknis bidang ilmu komunikasi dan praktek Humas. Fungsi manajerial tenaga humas dapat digambarkan oleh struktur jabatan manajemen pada tiap-tiap organisasi yang berbeda-beda satu dengan yang lain, seperti beberapa contoh pada organisasi perusahaan, dan sebuah universitas.

Pakar Humas Frank Jefkins mensyaratkan empat macam tugas pokok tanggung jawab manajemen seorang manajer humas. Persyaratan tenaga humas berkaitan pula dengan profesi humas. Profesi Humas sebagai pemahaman etika dan etiket yang berhubungan dengan penampilan dalam rangka menciptakan dan membina citra organisasi yang diwakilinya dan selayaknya dipertanggungjawabkan kepada umum melalui kode etik tertentu. Termasuk etiket-etiket formalitas protokoler dan protokol diplomatik yang berlaku secara internasional. Persyaratan tenaga humas dilandaskan pula kepada rumusan prinsip-prinsip Humas yang terdiri dari sepuluh pokok (Doug Newsom dan Alan Scott).
Praktisi humas secara mikro ditentukan oleh kualifikasi kemampuan “generalist” dan lebih ideal lagi jika memiliki kemampuan ahli komunikasi plus. Tetapi kualifikasi yang mendekati standar bagi praktisi humas adalah seorang generalist dari disiplin yang berbeda, seperti ahli hukum, ahli teknik, dan sebagainya.

Selanjutnya terdapat kira-kira 12 syarat kemampuan bagi praktisi humas sebagaimana yang dikemukakan Charles W. Pine. Dari segi keberhasilan fungsi manajemen menggerakkan humas, persyaratan tenaga humas banyak dibantu oleh pengetahuan dan skill di ketiga bidang: teknis, manusia, dan konseptual (George Terry). Pakar humas Frank Jefkins mengemukakan bahwa jenis pekerjaan yang dapat ditangani oleh manajer humas tidaklah seragam antara organisasi satu dengan lainnya. Maka tugas manajer humas banyak ragamnya baik di bidang internal maupun eksternal sebagaimana dikemukakan sejumlah kurang lebih 21 ragam kegiatan manajer humas.

Struktur dan Ciri Media Komunikasi yang Dipergunakan Humas
Media komunikasi yang penting digunakan humas adalah dalam kemitraannya dengan media pers (cetak atau elektronik). Dengan demikian struktur dan ciri-ciri pers harus dikuasai oleh para praktisi humas. Perlu pula dipahami bahwa media cetak yang terdiri dari harian/penerbitan pagi dan sore masing-masing mempunyai ciri-cirinya tersendiri seperti waktu penerbitan, cara kerjasamanya dengan redaksi. Oleh karena itu penting dipahami pula sejumlah pedoman siaran pers (F.P. Seitel), dan prinsip hubungan pers yang baik (Frank Jefkins).

Ciri-ciri media pers lainnya adalah siaran berita (news release) pada media cetak maupun elektronik, kelayakan berita, artikel, foto, yang kesemuanya harus sesuai dengan persyaratan redaksional dan beritanya sampai siap cetaknya. Oleh karena itu pula baik praktisi humas maupun wartawan perlu menghayati dan saling menghormati kode etik pers dan etika profesi masing-masing bahkan peraturan hukum pers.

Di samping siaran pers bentuk dan ciri-ciri lain adalah tiga kegiatan acara temu pers yang diselenggarakan sebagai kelengkapan informasi untuk siaran berita humas. Kadang-kadang dilengkapi pula dengan pelayanan buku petunjuk mengenai features, daftar majalah mingguan daerah, daftar perusahaan. Ada pula tiga bentuk sponsor melalui media elektronik (isu olahraga, pendidikan, pendukung iklan/pemasaran). Di samping itu ciri umumnya melalui berkala intern. Media film dokumenter merupakan bentuk dan ciri media humas yang penting. Tidak kurang pentingnya juga ciri media komunikasi tatap muka langsung dengan publik, kadang-kadang dengan alat bantunya berupa pertunjukkan kesenian rakyat, ceramah, dan beraneka ragam pameran.
(sumber : warta berita) http://blogs.unpad.ac.id/pradita/media-komunikasi-dan-kehumasan/

Hubungan Media Dengan Humas

Menurut Pendapat dari Wikipedia,Pustakanilna & S. SAHALA TUA SARAGIH
Hubungan media adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh individu ataupun profesi humas suatu organisasi untuk menjalin pengertian dan hubungan baik dengan media massa dalam rangka pencapaian publikasi organisasi yang maksimal serta berimbang (balance). Hubungan media banyak dikaitkan dengan konteks pemberitaan yang tidak berbayar atau publisitas positif.
Dalam profesi humas hubungan media juga sering kali dipahami sebagai penanganan krisis dengan memberitakan tentang hal-hal positif tentang perusahaan saat perusahaan sedang dilanda berita negatif. Pada saat krisis cara terbaik penanganan hubungan media oleh humas adalah dengan mengakui dan memperbaiki kesalahan dengan menginformasikan usaha-usaha ke depan. Dalam hal ini baik media massa maupun humas dalam posisi saling memanfaatkan dan saling diuntungkan (simbiosis mutualisme).
Contoh pemanfaatan media massa untuk kepentingan organisasi dan publisitas positif adalah liputan berita saat Fraksi PDIP DPR mengembalikan total uang insentif legislasi sebesar Rp 3,4 miliar. Perhatikan bahwa hal ini bisa dilakukan tanpa liputan berita, namun dengan diliput berita maka kejadian ini menimbulkan citra positif untuk organisasi dan disaat yang sama media massa mendapatkan berita.

Tujuan

  1. Untuk memperoleh publisitas seluas mungkin.
  2. Untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan media (liputan, laporan, ulasan, tajuk yang wajar, obyektif dan berimbang mengenai ha-hal yang menguntungkan lembaga/ organisasi.
  3. Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai upaya dan kegiatan lembaga/ organisasi.
  4. Untuk melengkapi data/ informasi bagi pimpinan lembaga/ organisasi bagi keperluan pembuatan penilaian (assesment) secara teat mengenai situasi atau permasalahan yang memengaruhi keberhasilan kegiatan lembaga/ perusahaan.
  5. Mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati.

Manfaat

  1. Membagun pemahaan mengenai tugas dan tanggung jawab organisasi dan media massa.
  2. Membangun kepercayaan timbal balik dengan prinsip saling menghormati dan menghargai kejujuran serta kepercayaan.
  3. Penyampaian/ perolehan informasi yang akurat, jujur, dan mampu memberikan pecerahan bagi publik.

Hubungan Humas dan Media

Hubungan Pers
Humas dan hubungan pers (public relations dan press relations),keduanya biasa disingkat PR) sering dianggap sama. Tentu saja anggapan ini salah, karena hubungan pers tersebut hanya merupakan salah satu bagian dari humas. Kegunaan hubungan pers bergantung pada sejauh mana peranan dan keberadaan mediamassa itu sendiri serta tingkat penerimaannya oleh masyarakat. Karena itu hubungan pers lebih populer di negara-negara industri yang sudah maju, yang sebagian besar penduduknya tinggal di daerah-daerah perkotaan di mana media massa ada dalam jumlah serta variasi yang berlimpah.
1. Pengertian Hubungan Pers
Hubungan pers (press relations) adalah upaya-upaya untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.
Dalam prakteknya, hubungan pers ternyata tidak hanya terkait dengan kalangan pers (istilah yang populer bagi kalangan media cetak, khususnya jurnalisme surat kabar) saja, melainkan juga semua bentuk media lainnya, media cetak, media bioskop, media elektronik seperti halnya radio dan televisi, dan sebagainya. Istilah-istilah dari dunia media cetak memang cenderung lebih populer, sedangkan istilah lain yang secara harfiah lebih tepat justru tidak diterima secara luas, misalnya saja istilah “hubungan media” (media relations). Meskipun kurang populer bila dibandingkan dengan istilah “siaran berita” atau “paparan berita” (news release), istilah “siaran pers” (press release) ternyata masih cukup banyak yang menggunakannya, termasuk kalangan praktisi humas profesional.
Tujuan pokok diadakannya hubungan pers adalah “menciptakan pengetahuan dan pemahaman”, jadi jelas bukan semata-mata menyebarkan suatu pesan sesuai dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan “suatu citra atau sosok yang lebih indah daripada aslinya di mata umum”. Tidak seorang pun yang berhak untuk mendikte apa yang harus diterbitkan, atau disiarkan oleh media massa, setidak-tidaknya di suatu masyarakat yang demokratis. Seperti yang pernah dikemukakan oleh pelopor jasa konsultasi humas di Amerika Serikat, Ivy Ledbetter Lee, dalam bukunya yang berjudul Declaration of Principles terbitan tahun 1906, bahwa semua jenis materi pers harus bebas dari nilai-nilai dan kepentingan sepihak. Kriteria kejujuran dan kenetralan itu juga harus dipegang teguh oleh kalangan praktisi humas.
Setiap pesan atau berita yang disampaikan kepada masyarakat melalui pers haruslah sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Baik atau buruknya humas diukur berdasarkan kejujuran dan sikap netralnya. Kepentingan masyarakat, dalam hal ini adalah para pembaca, pendengar, atau pemirsa harus selalu diutamakan. Kalau hal ini benar-benar diperhatikan maka sambutan khalayak pembaca, pendengar, dan pemirsa dengan sendirinya akan positif sehingga perusahaan induk atau klien humas tadi pasti akan memperoleh suatu publisitas yang baik seperti diinginkannya.
2. Upaya Menciptakan Hubungan Pers yang Baik
Selain memasok berbagai materi yang layak diterbitkan, semua praktisi humas juga perlu memahami bagaimana surat kabar dan majalah itu dibuat dan diterbitkan, serta bagaimana memproduksi program-program siaran radio dan televisi. Sebagian pengetahuan tersebut dapat dipelajari hanya dengan observasi. Untuk itu diadakan kunjungan-kunjungan ke sejumlah penerbitan, stasiun radio, dan studio televisi (atau rumah produksi yang memasok program-programnya). Kadang-kadang kita dapat memahami suatu media hanya dengan menelepon orang-orang yang terkait dan mengajukan berbagai pertanyaan yang relevan kepadanya, seperti kapan saat terakhir suatu naskah humas sudah harus diserahkan ke meja redaksi. Ini merupakan bagian dari tugas seorang praktisi humas, yakni berusaha untuk mengetahui segala sesuatunya selengkap mungkin. Kalau tidak mengetahui tenggat atau saat akhir penyerahan naskah ke sebuah majalah atau surat kabar mungkin ia akan terlambat menyodorkan naskah ke redaksi, atau setelah majalah atau surat kabar itu dicetak. Jika ini terjadi maka jerih payahnya menyusun naskah humas itu pun sia-sia.
Berikut ini adalah sebuah ringkasan atau rangkuman atas hal-hal terpenting perihal pers yang harus diketahui oleh seorang praktisi humas.
A. Kebijakan editorial: Ini merupakan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan diterbitkannya. Misalnya saja, ada koran-koran yang senantiasa memuat ulasan khusus secara singkat mengenai berbagai macam transaksi bisnis yang terjadi setiap hari.
b. Frekuensi penerbitan: Setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda; bisa beberapa kali dalam sehari, harian, dua kali seminggu, mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. Praktisi humas juga perlu mengetahui berapa edisi yang diterbitkan dalam tiap penerbitan.
c. Tanggal terbit: Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan datang? Tanggal penerbitan dari suatu media ditentukan oleh frekuensi dan proses pencetakannya. Di Inggris, koran-koran yang memiliki jaringan percetakan di berbagai tempat di luar London, jadi tidak hanya di Fleet Street, biasanya dapat terbit lebih cepat daripada koran-koran lainnya.
d. Proses pencetakan: Apakah suatu media dicetak secara biasa(letterpress), dengan teknik-teknik fotogravur, litografi, ataukah fleksografi? Dewasa ini, teknik percetakan yang populer di seluruh dunia adalah teknik offset-litho.
e. Daerah sirkulasi: Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala lokal, khusus di daerah pedesaan, perkotaan, berskala nasional, ataukah bahkan sudah berskala internasional? Teknologi satelit memungkinkan dilakukannya sirkulasi atau distribusi media secara internasional. Beberapa koran dan majalah yang sudah memiliki sirkulasi secara internasional adalah International Herald Tribune, Wall Street Journal, USA Today, Financial Times, The Economist, dan sejumlah surat kabar Cina dan Jepang, terutama Asahi Shimbun.
f. Jangkauan pembaca: Berapa dan siapa saja yang membaca jurnal atau media yang bersangkutan? Seorang praktisi humas juga dituntut untuk mengetahui kelompok usia, jenis kelamin, status sosial, minat khusus, kebangsaan, etnik, agama, hingga ke orientasi politik dari khalayak pembaca suatu media
g. Metode distribusi: Praktisi humas juga perlu mengetahui metode-metode distribusi dari suatu media; apakah itu melalui toko-toko buku, dijajakan secara langsung dari pintu ke pintu, lewat pos atau sistem langganan, atau secara terkontrol (dikirimkan lewat pos atas permintaan atau seleksi).
Ada sejumlah prinsip umum yang perlu diperhatikan oleh setiap praktisi humas dalam menciptakan dan membina hubungan pers yang baik. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Memahami dan melayani media. Dengan berbekal semua pengetahuan di atas, seorang praktisi humas akan mampu menjalin kerja sama dengan pihak media, ia juga akan dapat menciptakan suatu hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan.
2. Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya. Parapraktisi humas harus senantiasa siap menyediakan atau memasok materi-materi yang akurat di mana saja dan kapan saja hal itu dibutuhkan. Hanya dengan cara inilah ia akan dinilai sebagai suatu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh para jurnalis. Bertolak dari kenyataan itu maka komunikasi timbal-balik yang saling menguntungkan akan lebih mudah diciptakan dan dipelihara.
3. Menyediakan salinan yang baik. Misalnya saja menyediakan reproduksi foto-foto yang baik, menarik, dan jelas. Dengan adanya teknologi input langsung melalui komputer (teknologi ini sangat memudahkan koreksi dan penyusunan ulang dari suatu terbitan, seperti siaran berita atau news release), penyediaan salinan naskah dan foto-foto yang baik secara cepat menjadi semakin penting.
4. Bekerja sama dalam penyediaan materi. Sebagai contoh, petugas humas dan jurnalis dapat bekerja sama dalam mempersiapkan sebuah acara wawancara atau temu pers dengan tokoh-tokoh tertentu.
5. Menyediakan fasilitas verifikasi. Para praktisi humas juga perlu memberi kesempatan kepada para jumalis untuk melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) atas setiap materi yang mereka terima. Contoh konkretnya, para jurnalis itu diizinkan untuk langsung menengok fasilitas atau kondisi-kondisi organisasi yang hendak diberitakan.
6. Membangun hubungan personal yang kokoh. Suatu hubungan personal yang kukuh dan positif hanya akan tercipta serta terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, kerja sama, dan sikap saling menghormati profesi masing-masing.
Agar hubungan kemitraan ini dapat berjalan dengan baik dan tujuan mereka dapat diwujudkan secara optimal, yakni melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan sebaik-baiknya, maka ada beberapa hal yang sangat penting dilakukan tiap praktisi humas…
Pertama, hubungan humas dengan wartawan bersifat profesional. Selain melayani masyarakat, humas wajib melayani wartawan secara profesional. Humas jangan berhubungan terlalu mesra dengan wartawan. Kedua belah pihak, terutama masyarakat yang mereka layani, pasti rugi bila tak ada jarak yang pas antara humas dengan wartawan. Sebagai ilustrasi, dua sejoli yang saling merapatkan wajah (baca: berciuman) pastilah tak mampu melihat wajah pasangannya dengan cermat karena jarak pandangnya tidak pas. Mata tidak/kurang difungsikan, yang berfungsi hanya perasaan (emosi). Celakanya, bila suatu ketika personel humas berselisih atau bertengkar dengan mitra mesranya (wartawan). Maka akibat buruknya tak saja merugikan kedua belah pihak, tapi terutama merugikan masyarakat yang mereka layani, di samping niscaya merugikan lembaga masing-masing. Tanpa mengurangi hubungan mesra, humas harus senantiasa berinisiatif menjaga jarak yang pas dengan mitra sejajarnya (wartawan). Hubungan kedua belah pihak harus sehat, terhormat, dan bermartabat.
Di mata wartawan humas harus berwibawa, wibawa yang alamiah, bukan sok berwibawa atau wibawa yang dibuat-buat agar disegani wartawan. Humas yang profesional pastilah cerdas, berpengetahuan sangat luas (terpelajar), disiplin, dan benar-benar menguasai bidang pekerjaannya. Ia juga sanggup menganalisis dengan tajam tiap berita di media massa yang menyangkut daerah, instansi, dan para pejabat pemda/DPRD yang bersangkutan. Dengan demikian, humas mampu memberikan masukan yang baik terhadap para pengambil keputusan di instansi di mana ia bekerja. Humas yang benar-benar mampu bekerja secara profesional, termasuk menjaga jarak yang pas dengan mitranya, pastilah dhormati, disegani, dan dipercayai wartawan.
Kedua, humas harus mengetahui seluk-beluk dunia wartawan atau jurnalisme, termasuk irama kerja wartawan di tiap jenis media massa serta fungsi media massa. Ini berarti humas mesti tahu nilai-nilai berita, tenggat waktu laporan wartawan, peta media massa baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik (Pedoman Perilaku) Penyiaran, Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers, Undang-undang No. 32/2002 tentang penyiaran, kekuasaan atau kekuatan media massa, visi dan missi media massa yang beredar/beroperasi di wilayahnya, dan sebagainya.
Ketiga, humas juga harus/perlu memiliki kemampuan praktik jurnalisme, yakni meliput, wawancara, memotret, menulis berita langsung, berita khas (feature news), dan artikel opini. Selain memperkaya pengetahuan dan praktik melalui bacaan dan pelatihan jurnalisme, humas juga perlu sekali-sekali magang di media massa, terutama di media massa besar.
Keempat, humas harus mampu mengenal wartawan dan redaktur secara personal. Ini sangat penting, agar humas mampu berkomunikasi dengan efektif dengan mitranya. Humas harus tahu tingkat/jenis komunikasi yang lazim digunakan wartawan yang sedang berbicara dengannya. Sesuai latar belakang budaya daerah dan tingkat pendidikan, tiap wartawan pastilah memiliki gaya berkomunikasi masing-masing. Ada wartawan yang lazim menerapkan komunikasi konteks rendah (menyatakan sesuatu secara halus atau “berputar-putar”, tak langsung ke tujuan). Tapi ada pula wartawan yang biasa menerapkan komunikasi konteks tinggi (berbicara blak-blakan atau berterus terang, langsung ke tujuan). Humas harus mampu berbahasa dengan baik sesuai bahasa dan tingkat bahasa (abstraksi) wartawan yang sedang dihadapi. Humas perlu tahu pula riwayat hidup wartawan yang biasa atau rutin meliput di lingkungan kerja pemda dan DPRD, misalnya tanggal lahir/perkawinan. Humas juga perlu memerhatikan ulang tahun media massa yang beredar/beroperasi di daerahnya. Dengan demikian, humas dapat menjalin hubungan insani (human relations) secara efektif dengan mitranya.
Kelima, humas jangan bersikap diskriminatif terhadap wartawan/media massa. Semua wartawan profesional (muda atau tua, kaya atau miskin, berpenampilan keren atau “kumuh”) dan media massa (besar atau kecil, lokal atau nasional, baru atau lama, partisan atau independen) harus diperlakukan dengan adil (tak ada “anak emas” dan “anak tiri”). Hal terpenting, humas wajib melayani hanya wartawan yang benar-benar wartawan. Humas tak perlu melayani, apalagi “memiara” wartawan “CNN” (cuma nanya-nanya) alias wartawan yang tak memiliki media massa. Yang dimaksud melayani di sini adalah memberikan fakta-fakta atau informasi penting yang dibutuhkan oleh khalayak media massa di mana wartawan yang bersangkutan bekerja. Ini berarti humas tak boleh merusak idealisme atau profesi wartawan dengan memberikan uang atau yang sejenisnya. Humas sama sekali tak berurusan dengan pemenuhan kesejahteraan wartawan. Ini adalah urusan pihak manajemen perusahaan media massa di mana wartawan itu bekerja.

Sumber :  http://blogs.unpad.ac.id/pradita/hubungan-media-dengan-humas/