Hubungan Media Dengan Humas

Menurut Pendapat dari Wikipedia,Pustakanilna & S. SAHALA TUA SARAGIH
Hubungan media adalah aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh individu ataupun profesi humas suatu organisasi untuk menjalin pengertian dan hubungan baik dengan media massa dalam rangka pencapaian publikasi organisasi yang maksimal serta berimbang (balance). Hubungan media banyak dikaitkan dengan konteks pemberitaan yang tidak berbayar atau publisitas positif.
Dalam profesi humas hubungan media juga sering kali dipahami sebagai penanganan krisis dengan memberitakan tentang hal-hal positif tentang perusahaan saat perusahaan sedang dilanda berita negatif. Pada saat krisis cara terbaik penanganan hubungan media oleh humas adalah dengan mengakui dan memperbaiki kesalahan dengan menginformasikan usaha-usaha ke depan. Dalam hal ini baik media massa maupun humas dalam posisi saling memanfaatkan dan saling diuntungkan (simbiosis mutualisme).
Contoh pemanfaatan media massa untuk kepentingan organisasi dan publisitas positif adalah liputan berita saat Fraksi PDIP DPR mengembalikan total uang insentif legislasi sebesar Rp 3,4 miliar. Perhatikan bahwa hal ini bisa dilakukan tanpa liputan berita, namun dengan diliput berita maka kejadian ini menimbulkan citra positif untuk organisasi dan disaat yang sama media massa mendapatkan berita.

Tujuan

  1. Untuk memperoleh publisitas seluas mungkin.
  2. Untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan media (liputan, laporan, ulasan, tajuk yang wajar, obyektif dan berimbang mengenai ha-hal yang menguntungkan lembaga/ organisasi.
  3. Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai upaya dan kegiatan lembaga/ organisasi.
  4. Untuk melengkapi data/ informasi bagi pimpinan lembaga/ organisasi bagi keperluan pembuatan penilaian (assesment) secara teat mengenai situasi atau permasalahan yang memengaruhi keberhasilan kegiatan lembaga/ perusahaan.
  5. Mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati.

Manfaat

  1. Membagun pemahaan mengenai tugas dan tanggung jawab organisasi dan media massa.
  2. Membangun kepercayaan timbal balik dengan prinsip saling menghormati dan menghargai kejujuran serta kepercayaan.
  3. Penyampaian/ perolehan informasi yang akurat, jujur, dan mampu memberikan pecerahan bagi publik.

Hubungan Humas dan Media

Hubungan Pers
Humas dan hubungan pers (public relations dan press relations),keduanya biasa disingkat PR) sering dianggap sama. Tentu saja anggapan ini salah, karena hubungan pers tersebut hanya merupakan salah satu bagian dari humas. Kegunaan hubungan pers bergantung pada sejauh mana peranan dan keberadaan mediamassa itu sendiri serta tingkat penerimaannya oleh masyarakat. Karena itu hubungan pers lebih populer di negara-negara industri yang sudah maju, yang sebagian besar penduduknya tinggal di daerah-daerah perkotaan di mana media massa ada dalam jumlah serta variasi yang berlimpah.
1. Pengertian Hubungan Pers
Hubungan pers (press relations) adalah upaya-upaya untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan.
Dalam prakteknya, hubungan pers ternyata tidak hanya terkait dengan kalangan pers (istilah yang populer bagi kalangan media cetak, khususnya jurnalisme surat kabar) saja, melainkan juga semua bentuk media lainnya, media cetak, media bioskop, media elektronik seperti halnya radio dan televisi, dan sebagainya. Istilah-istilah dari dunia media cetak memang cenderung lebih populer, sedangkan istilah lain yang secara harfiah lebih tepat justru tidak diterima secara luas, misalnya saja istilah “hubungan media” (media relations). Meskipun kurang populer bila dibandingkan dengan istilah “siaran berita” atau “paparan berita” (news release), istilah “siaran pers” (press release) ternyata masih cukup banyak yang menggunakannya, termasuk kalangan praktisi humas profesional.
Tujuan pokok diadakannya hubungan pers adalah “menciptakan pengetahuan dan pemahaman”, jadi jelas bukan semata-mata menyebarkan suatu pesan sesuai dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan “suatu citra atau sosok yang lebih indah daripada aslinya di mata umum”. Tidak seorang pun yang berhak untuk mendikte apa yang harus diterbitkan, atau disiarkan oleh media massa, setidak-tidaknya di suatu masyarakat yang demokratis. Seperti yang pernah dikemukakan oleh pelopor jasa konsultasi humas di Amerika Serikat, Ivy Ledbetter Lee, dalam bukunya yang berjudul Declaration of Principles terbitan tahun 1906, bahwa semua jenis materi pers harus bebas dari nilai-nilai dan kepentingan sepihak. Kriteria kejujuran dan kenetralan itu juga harus dipegang teguh oleh kalangan praktisi humas.
Setiap pesan atau berita yang disampaikan kepada masyarakat melalui pers haruslah sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Baik atau buruknya humas diukur berdasarkan kejujuran dan sikap netralnya. Kepentingan masyarakat, dalam hal ini adalah para pembaca, pendengar, atau pemirsa harus selalu diutamakan. Kalau hal ini benar-benar diperhatikan maka sambutan khalayak pembaca, pendengar, dan pemirsa dengan sendirinya akan positif sehingga perusahaan induk atau klien humas tadi pasti akan memperoleh suatu publisitas yang baik seperti diinginkannya.
2. Upaya Menciptakan Hubungan Pers yang Baik
Selain memasok berbagai materi yang layak diterbitkan, semua praktisi humas juga perlu memahami bagaimana surat kabar dan majalah itu dibuat dan diterbitkan, serta bagaimana memproduksi program-program siaran radio dan televisi. Sebagian pengetahuan tersebut dapat dipelajari hanya dengan observasi. Untuk itu diadakan kunjungan-kunjungan ke sejumlah penerbitan, stasiun radio, dan studio televisi (atau rumah produksi yang memasok program-programnya). Kadang-kadang kita dapat memahami suatu media hanya dengan menelepon orang-orang yang terkait dan mengajukan berbagai pertanyaan yang relevan kepadanya, seperti kapan saat terakhir suatu naskah humas sudah harus diserahkan ke meja redaksi. Ini merupakan bagian dari tugas seorang praktisi humas, yakni berusaha untuk mengetahui segala sesuatunya selengkap mungkin. Kalau tidak mengetahui tenggat atau saat akhir penyerahan naskah ke sebuah majalah atau surat kabar mungkin ia akan terlambat menyodorkan naskah ke redaksi, atau setelah majalah atau surat kabar itu dicetak. Jika ini terjadi maka jerih payahnya menyusun naskah humas itu pun sia-sia.
Berikut ini adalah sebuah ringkasan atau rangkuman atas hal-hal terpenting perihal pers yang harus diketahui oleh seorang praktisi humas.
A. Kebijakan editorial: Ini merupakan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan diterbitkannya. Misalnya saja, ada koran-koran yang senantiasa memuat ulasan khusus secara singkat mengenai berbagai macam transaksi bisnis yang terjadi setiap hari.
b. Frekuensi penerbitan: Setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda; bisa beberapa kali dalam sehari, harian, dua kali seminggu, mingguan, bulanan, atau bahkan tahunan. Praktisi humas juga perlu mengetahui berapa edisi yang diterbitkan dalam tiap penerbitan.
c. Tanggal terbit: Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan datang? Tanggal penerbitan dari suatu media ditentukan oleh frekuensi dan proses pencetakannya. Di Inggris, koran-koran yang memiliki jaringan percetakan di berbagai tempat di luar London, jadi tidak hanya di Fleet Street, biasanya dapat terbit lebih cepat daripada koran-koran lainnya.
d. Proses pencetakan: Apakah suatu media dicetak secara biasa(letterpress), dengan teknik-teknik fotogravur, litografi, ataukah fleksografi? Dewasa ini, teknik percetakan yang populer di seluruh dunia adalah teknik offset-litho.
e. Daerah sirkulasi: Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala lokal, khusus di daerah pedesaan, perkotaan, berskala nasional, ataukah bahkan sudah berskala internasional? Teknologi satelit memungkinkan dilakukannya sirkulasi atau distribusi media secara internasional. Beberapa koran dan majalah yang sudah memiliki sirkulasi secara internasional adalah International Herald Tribune, Wall Street Journal, USA Today, Financial Times, The Economist, dan sejumlah surat kabar Cina dan Jepang, terutama Asahi Shimbun.
f. Jangkauan pembaca: Berapa dan siapa saja yang membaca jurnal atau media yang bersangkutan? Seorang praktisi humas juga dituntut untuk mengetahui kelompok usia, jenis kelamin, status sosial, minat khusus, kebangsaan, etnik, agama, hingga ke orientasi politik dari khalayak pembaca suatu media
g. Metode distribusi: Praktisi humas juga perlu mengetahui metode-metode distribusi dari suatu media; apakah itu melalui toko-toko buku, dijajakan secara langsung dari pintu ke pintu, lewat pos atau sistem langganan, atau secara terkontrol (dikirimkan lewat pos atas permintaan atau seleksi).
Ada sejumlah prinsip umum yang perlu diperhatikan oleh setiap praktisi humas dalam menciptakan dan membina hubungan pers yang baik. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Memahami dan melayani media. Dengan berbekal semua pengetahuan di atas, seorang praktisi humas akan mampu menjalin kerja sama dengan pihak media, ia juga akan dapat menciptakan suatu hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan.
2. Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya. Parapraktisi humas harus senantiasa siap menyediakan atau memasok materi-materi yang akurat di mana saja dan kapan saja hal itu dibutuhkan. Hanya dengan cara inilah ia akan dinilai sebagai suatu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh para jurnalis. Bertolak dari kenyataan itu maka komunikasi timbal-balik yang saling menguntungkan akan lebih mudah diciptakan dan dipelihara.
3. Menyediakan salinan yang baik. Misalnya saja menyediakan reproduksi foto-foto yang baik, menarik, dan jelas. Dengan adanya teknologi input langsung melalui komputer (teknologi ini sangat memudahkan koreksi dan penyusunan ulang dari suatu terbitan, seperti siaran berita atau news release), penyediaan salinan naskah dan foto-foto yang baik secara cepat menjadi semakin penting.
4. Bekerja sama dalam penyediaan materi. Sebagai contoh, petugas humas dan jurnalis dapat bekerja sama dalam mempersiapkan sebuah acara wawancara atau temu pers dengan tokoh-tokoh tertentu.
5. Menyediakan fasilitas verifikasi. Para praktisi humas juga perlu memberi kesempatan kepada para jumalis untuk melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) atas setiap materi yang mereka terima. Contoh konkretnya, para jurnalis itu diizinkan untuk langsung menengok fasilitas atau kondisi-kondisi organisasi yang hendak diberitakan.
6. Membangun hubungan personal yang kokoh. Suatu hubungan personal yang kukuh dan positif hanya akan tercipta serta terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, kerja sama, dan sikap saling menghormati profesi masing-masing.
Agar hubungan kemitraan ini dapat berjalan dengan baik dan tujuan mereka dapat diwujudkan secara optimal, yakni melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan sebaik-baiknya, maka ada beberapa hal yang sangat penting dilakukan tiap praktisi humas…
Pertama, hubungan humas dengan wartawan bersifat profesional. Selain melayani masyarakat, humas wajib melayani wartawan secara profesional. Humas jangan berhubungan terlalu mesra dengan wartawan. Kedua belah pihak, terutama masyarakat yang mereka layani, pasti rugi bila tak ada jarak yang pas antara humas dengan wartawan. Sebagai ilustrasi, dua sejoli yang saling merapatkan wajah (baca: berciuman) pastilah tak mampu melihat wajah pasangannya dengan cermat karena jarak pandangnya tidak pas. Mata tidak/kurang difungsikan, yang berfungsi hanya perasaan (emosi). Celakanya, bila suatu ketika personel humas berselisih atau bertengkar dengan mitra mesranya (wartawan). Maka akibat buruknya tak saja merugikan kedua belah pihak, tapi terutama merugikan masyarakat yang mereka layani, di samping niscaya merugikan lembaga masing-masing. Tanpa mengurangi hubungan mesra, humas harus senantiasa berinisiatif menjaga jarak yang pas dengan mitra sejajarnya (wartawan). Hubungan kedua belah pihak harus sehat, terhormat, dan bermartabat.
Di mata wartawan humas harus berwibawa, wibawa yang alamiah, bukan sok berwibawa atau wibawa yang dibuat-buat agar disegani wartawan. Humas yang profesional pastilah cerdas, berpengetahuan sangat luas (terpelajar), disiplin, dan benar-benar menguasai bidang pekerjaannya. Ia juga sanggup menganalisis dengan tajam tiap berita di media massa yang menyangkut daerah, instansi, dan para pejabat pemda/DPRD yang bersangkutan. Dengan demikian, humas mampu memberikan masukan yang baik terhadap para pengambil keputusan di instansi di mana ia bekerja. Humas yang benar-benar mampu bekerja secara profesional, termasuk menjaga jarak yang pas dengan mitranya, pastilah dhormati, disegani, dan dipercayai wartawan.
Kedua, humas harus mengetahui seluk-beluk dunia wartawan atau jurnalisme, termasuk irama kerja wartawan di tiap jenis media massa serta fungsi media massa. Ini berarti humas mesti tahu nilai-nilai berita, tenggat waktu laporan wartawan, peta media massa baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik (Pedoman Perilaku) Penyiaran, Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers, Undang-undang No. 32/2002 tentang penyiaran, kekuasaan atau kekuatan media massa, visi dan missi media massa yang beredar/beroperasi di wilayahnya, dan sebagainya.
Ketiga, humas juga harus/perlu memiliki kemampuan praktik jurnalisme, yakni meliput, wawancara, memotret, menulis berita langsung, berita khas (feature news), dan artikel opini. Selain memperkaya pengetahuan dan praktik melalui bacaan dan pelatihan jurnalisme, humas juga perlu sekali-sekali magang di media massa, terutama di media massa besar.
Keempat, humas harus mampu mengenal wartawan dan redaktur secara personal. Ini sangat penting, agar humas mampu berkomunikasi dengan efektif dengan mitranya. Humas harus tahu tingkat/jenis komunikasi yang lazim digunakan wartawan yang sedang berbicara dengannya. Sesuai latar belakang budaya daerah dan tingkat pendidikan, tiap wartawan pastilah memiliki gaya berkomunikasi masing-masing. Ada wartawan yang lazim menerapkan komunikasi konteks rendah (menyatakan sesuatu secara halus atau “berputar-putar”, tak langsung ke tujuan). Tapi ada pula wartawan yang biasa menerapkan komunikasi konteks tinggi (berbicara blak-blakan atau berterus terang, langsung ke tujuan). Humas harus mampu berbahasa dengan baik sesuai bahasa dan tingkat bahasa (abstraksi) wartawan yang sedang dihadapi. Humas perlu tahu pula riwayat hidup wartawan yang biasa atau rutin meliput di lingkungan kerja pemda dan DPRD, misalnya tanggal lahir/perkawinan. Humas juga perlu memerhatikan ulang tahun media massa yang beredar/beroperasi di daerahnya. Dengan demikian, humas dapat menjalin hubungan insani (human relations) secara efektif dengan mitranya.
Kelima, humas jangan bersikap diskriminatif terhadap wartawan/media massa. Semua wartawan profesional (muda atau tua, kaya atau miskin, berpenampilan keren atau “kumuh”) dan media massa (besar atau kecil, lokal atau nasional, baru atau lama, partisan atau independen) harus diperlakukan dengan adil (tak ada “anak emas” dan “anak tiri”). Hal terpenting, humas wajib melayani hanya wartawan yang benar-benar wartawan. Humas tak perlu melayani, apalagi “memiara” wartawan “CNN” (cuma nanya-nanya) alias wartawan yang tak memiliki media massa. Yang dimaksud melayani di sini adalah memberikan fakta-fakta atau informasi penting yang dibutuhkan oleh khalayak media massa di mana wartawan yang bersangkutan bekerja. Ini berarti humas tak boleh merusak idealisme atau profesi wartawan dengan memberikan uang atau yang sejenisnya. Humas sama sekali tak berurusan dengan pemenuhan kesejahteraan wartawan. Ini adalah urusan pihak manajemen perusahaan media massa di mana wartawan itu bekerja.

Sumber :  http://blogs.unpad.ac.id/pradita/hubungan-media-dengan-humas/

2 komentar:

Ilham Rilin mengatakan...

makasih,
maaf sy pusing bacanya krn font color nya heehe

selfikookie.blospot.com mengatakan...

Warna font nya bikin pusing ditambah lagi background nya gelap

Posting Komentar