Aksioma Dasar Komunikasi

Aksioma komunikasi adalah prinsip-prinsip dasar dari kegiatan komunikasi, yang
hampir tak terbantahkan lagi kebenarannya. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, setiap petugas PR lembaga pemerintah akan menjadi waspada dan berhati-hati dalam setiap perilakunya. Karena pada dasarnya setiap perilakunya merupakan proses simbolik yang melibatkan pemberian makna oleh orang lain. Sehingga penting bagi setiap petugas PR lembaga pemerintahan untuk menjaga kualitas dan kemampuan komunikasi diri agar dapat menjaga kualitas citra lembaga.


Aksioma dasar mengenai komunikasi diantaranya adalah :

1. Segala yang kita lakukan adalah komunikasi

Sangat tidak wajar jika kita berkomunikasi hanya karena ‘kita ingin berkomunikasi’, sehingga semua komunikasi memiliki tujuan, manfaat, dan secara sadar memiliki motivasi tertentu. Meski hal itu benar adanya, namun seringkali kita berkomunikasi tanpa kesadaran untuk melakukannya dan pada saat yang sama bahkan kita tak menginginkannya.

Kapanpun kita terlibat dalam suatu situasi interaksi, kita pasti akan memberikan
tanggapan. Bahkan, jika kita memilih untuk tidak menanggapi secara verbal atau
kita memilih diam dan tak menggerakkan satu pun otot kita, maka itu pun sudah
berarti sebuah tanggapan. Tanggapan tersebut, tentu saja, memiliki pesannya sendiri, juga dapat mempengaruhi orang lain. Dengan kata lain, kita tidak dapat
secara sukarela untuk berhenti bertingkah laku, karena perilaku tak memiliki lawan.

Pada dasarnya, kita memperlihatkan banyak tanda (petunjuk) baik verbal maupun non-verbal sebagai bentuk komunikasi kita. Oleh karenanya, seberapa besar upaya kita, kita tak dapat untuk tidak berkomunikasi (we cannot not to communicate), karena seluruh perilaku kita adalah komunikasi dan memiliki nilai pesannya sendiri.

2. Cara pesan disampaikan selalu mempengaruhi bagaimana pesan tersebut diterima

Dalam berkomunikasi terdapat dua dimensi, yaitu dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi komunikasi berkaitan dengan tingkat data atau informasi dan menggambarkan perilaku yang diharapkan sebagai respon (tanggapan). Berlawanan dengan itu, dimensi hubungan komunikasi menunjukkan bagaimana pertukaran itu diterjemahkan, serta sinyal apa yang dipikirkan seseorang tentang orang lain. Misalnya kalimat, “Tutup Pintu!” Isi kalimat itu mengharapkan orang lain untuk melakukan suatu tindakan yaitu menutup pintu. Namun, kalimat tersebut bisa disampaikan dalam nada perintah, permohonan atau imbauan. Perbedaan cara menyampaikan itu akan menandakan hakikat hubungan antar peserta komunikasi. Berdasarkan cara-cara tersebut, kita memberikan petunjuk kepada orang lain tentang bagaimana kita memandang hubungan kita dengan orang tersebut.

3. Komunikasi yang sebenarnya adalah pesan yang diterima, bukan yang diharapkan untuk diterima

Siapapun bisa mendengar atau melihat pesan yang disampaikan oleh orang lain.
Namun, persoalan dasarnya adalah apakah orang lain tersebut mengerti apa yang kita komunikasikan, sesuai dengan harapan kita. Di sini persoalan menjadi lebih rumit. Hanya pada pesan yang dimengerti itulah kita bisa menyebutnya sebagai komunikasi, bukan seberapa banyak kita melemparkan pesan.

4. Cara kita memulai pesan seringkali menentukan hasil komunikasi

Seringkali kita mengalami tanggapan yang tidak menyenangkan dari kawan komunikasi kita. Hal itu, seringkali, disebabkan oleh awal komunikasi yang kita lakukan. Pilihan kata dan nada suara pada awal komunikasi kita, dapat menyebabkan orang lain tersinggung dan menjaga jarak, bahkan menolak komunikasi kita. Sehingga keberhasilan komunikasi kita akan ditentukan oleh bagaimana kita memulainya.

5. Komunikasi merupakan jalan dua arah, kita harus dapat memberi tidak hanya menerima

“Seorang pembicara yang baik (a good speaker) muncul dari seorang penyimak yang baik (a good listener).” Jika komunikasi kita ingin berhasil, maka kita tidak hanya menyampaikan komunikasi dengan jelas, namun kita juga harus menyimak komunikasi orang lain, sehingga komunikasi itu menjadi jelas. Pada akhirnya, pengertian dan kesepahaman akan didapat.

6. Komunikasi adalah ‘tarian’
Komunikasi tidak hanya sekedar memberi dan menerima. Namun lebih dari itu, kita harus melakukannya bersama-sama. Suatu proses dua arah. Kita tidak bicara ‘kepada’ kawan bicara kita, namun kita bicara ‘dengan’ mereka. Oleh karenanya, tidak akan ada komunikasi yang sama. Karena pengalaman komunikasi kita dengan mereka akan berbeda setiap saat. Seperti sebuah tarian bersama, maka semua penari harus menyelaraskan gerakannya agar terlihat indah, tidak atas kemauan pribadinya sendiri.

Dari pemahaman mengenai kenyataan dalam berkomunikasi di atas, dapat dirumuskan hal-hal yang harus disadari oleh seorang komunikator, jika ingin melakukan komunikasi dengan baik. Seorang komunikator harus sadar bahwa:
1. Komunikasi sebenarnya tidak akan pernah terjadi, kecuali jika ada khalayak yang mau melihat atau mendengar apa yang kita sampaikan.
2. Kita tidak hanya berkomunikasi semata-mata melalui serangkaian kata-kata, tetapi juga melalui seluruh penampilan kita (fisik bangunan, penampilan petugas,
penampilan media, dan sebagainya).
3. Berkomunikasilah kepada khalayak dalam pengalaman mereka, jika ingin mereka perhatikan.
4. Jika proses komunikasi ini menemui kesulitan, itu menjadi pertanda bahwa strategi kitalah yang salah, bukan pikiran khalayak yang salah.
5. Dan jika akhirnya kita gagal dalam proses komunikasi tersebut, maka bukan
sekedar kata-kata yang harus diperbaiki, melainkan semua pikiran atau
pertimbangan di balik kata-kata tersebut.
6. Sebelum mulai berkomunikasi, kita harus mengetahui persis apa yang diharapkan khalayak dari proses komunikasi tersebut.
7. Komunikasi kita akan semakin efektif jika melibatkan nilai dan aspirasi khalayak.
8. Jika yang kita nyatakan berlawanan dengan keyakinan, aspirasi, serta motivasi khalayak, maka hampir bisa dipastikan bahwa komunikasi kita gagal sama sekali.
9. Yang menjadi masalah bukan yang ada dalam pikiran kita, melainkan apa yang diterima dan diserap oleh khalayak.

0 komentar:

Posting Komentar