Tak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan kita tidak lepas dari kegiatan berhubungan dengan orang lain ; di rumah, di kantor, di area publik atau dimanapun tempat yang memungkinkan kita bertemu dengan orang lain. Hubungan kita dengan orang lain dalam ilmu komunikasi disebut hubungan personal. Beberapa macam teori mengenai hubungan personal adalah sebagai berikut :
Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpesonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelly, dua orang pemuka utama dari model ini, menyimpulkan model pertukaran sosial sebagi berikut, “ Indivudu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.” Ganjaran, biaya, laba, dan tingkat perbandingan merupakan empat konsep pokok dalam teori ini.
Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda – beda antara seseorang dengan yang lain. Buat orang kaya, mungkin penerimaan sosial ( social approval ) lebih berharga daripada uang. Buat si miskin, hubungan interpesonal yang dapat mengatasikesulitan ekonomi lebih memberikan ganjaran daripada hubungan yang menambah pengetahuan.
Biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi – kondisi lain ynag dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek – efek yang tidak menyenangkan. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpesonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan kain yang mendatangkan laba.
Model Peranan
Model peranan melihatnya sebagai panggung sandiwara. Di sini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan “ naskah “ yang dibuat masyarakat. Hubungan interpesonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan ( role expectation ) dan tuntutan peranan ( role demands ), memliki keterampilan peranan ( role skills ), dan terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Tuntutan peranan adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat terwujud sebagai sanksi sosial dan dikenakan bila individu menyimpang dari peranannya. Dalam hubungan interpesonal, desakan hakus atau kasar dikenakan pada orang lain agar ia melaksanakan peranannya.
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu ; kadang – kadang disebut juga kompetensi sosial ( social competence ). Disini sering dibedakan antara keterampilan dan keterampialn tindakan. Keterampilan kognitif menujukkan kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya – ekspektasi peranan. Keterampilan tindakan menunjukkan kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan – harapan ini. Dengan kerangka kompetensi sosial, keterampilan peranan juga tampak pada kemampuan “ menangkap “ umpan balik dari orang lain sehingga dapat menyesuaikan, Konflikn peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai peranan yang kontradiktif.
Model Permainan
Dalam model ini, orang - orang berhubungan dalam bermacam – macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian keperibadian manusia – Orang Tua – Orang Dewasa, dan anak ( Parent, Adult, Child ). Orang Tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang Dewasa adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenan dengan masalah – masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak – kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.
Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpesonal sebagai sistem. Setiap sistem memiliki sifat – sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem – subsistemyang saling tergantung bertindak bersama sebagai satu kesatuan. Untuk memahami sistem, kita harus melihat struktur. Selanjutnya, semua sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium sistem terganggu, segara akan diambil tindakannya. Dalam mempertahankan ekuilibrium, sistem dan subsistem harus melakukan transaksi yang tepat dengan lingkungannya ( medan ).
Tahap – tahap Hubungan Interpesonal
Hubungan interpesonal berlangsung melewati tiga tahap : pembentukan hubungan, peneguhan hubungan, dan pemutusan hubungan.
Pembentukan Hubungan Interpesonal
Tahap tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (aquaintance process);
“ ..... acquaintance is communication process whereby an andividual transmits ( consciously ) or conveys ( sometimes unintentionally ) information about his personality structure and content to potential friends, using subtly different means at different stages of the friendship’s developement “.
( “ ... perkenalan adalah proses komunikasi di mana individu mengirimkan ( secara sadar ) atau penyampaikan ( kadang – kadang tidak sengaja ) informasi tentang struktur dan isi kepribadiannya kepada bakal sahabatnya, dengan menggunakan cara – cara yang agak berbeda pada macam – macam tahap perkembangan persahabatan.” )
“ Kesan pertama yang menentukan ; karena itu, hal – hal yang pertama kelihatan – hal yang menentukan kesan pertama – menjadi sangat penting “
Peneguhan Hubungan Interpesonal
Hubungan interpesonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpesonal, perubahan memerlukan tindakan – tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan ( equilibirium ). Ada empat faktor yang amat penting dalam memelihara keseimbangan ini : keakraban, kontrol, respons yang tepat, dan nada emosional yang tepat.
Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan kasih sayang. Hubungan interpesonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor yang kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Faktor yang ketiga adalah ketepatan respons ; artinya, respons A harus diikuti oleh respons B yang sesuai.
Pemutusan Hubungan Interpesonal
R.D. Nye ( 1973 ) dalam bukunya Conflict among Humans. Nye menyebutkan lima sumber konflik :
1.Kompetisi – salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain; misalnya menunjukan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.
2.Dominasi – salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasakan hak – haknya dilanggar.
3.Kegagalan – masing – masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.
4.Provokasi – salah satun pihak terus – menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain.
5.Perbedaan Nilai – kedua belah pihak sepakat tentang nilai – nilai yang mereka anut.
Faktor – faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpesonal dalam komunikasi Interpesoanal
Pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpesonal. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan. Tetapi bagaimana komunikasi dilakukan.
Tiga hal :
-Percaya
-Sikap suportif
-Sikap terbuka
Percaya ( trust )
“ percaya “ didefinisikan sebagai “ mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko “ ( Giffin, 1967 : 224 – 234 ). Definisi ini menyebutkan tiga unsur percaya : (1) ada situasi yang menimbulkan resiko. Bila orang menaruh kepercayaan kepada seseorang, ia akan menghadapi resiko, percaya tidak perlukan; (2) orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain akan berakibat baik baginya ; (3) orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.
Tiga faktor yang berhubungan dengan sikap percaya :
1)Karekteristik dan maksud orang lain. Orang akan menaruh kepercayaan kepada seorang yang dianggap memliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman dalam bidang tertentu. Kita percaya kepada dokter dalam urusan kesehatan, tetapi tidah percaya percaya dalam urusan keagamaan. Erat kaitannya dengan faktor keahlian adalah reputasi atau realiabilitas. Orang yang memiliki realiabilitas berarti dapat diandalkan, dapat diduga, jujur dan konsisten. Kita akan menaruh kepercayaan kepada orang seperti itu. Akhirnya sikap percaya kita dipengaruhi oleh persepsi kita pada maksud orang lain dalam hubungannya dengan maksud kita. Kita akan percaya pada orang yang mempunyai maksud sama dengan kita.
2)Hubungan kekuasaan. Percaya tumbuh apabila orang – orang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain. Bila saya tahu bahwa bahwa Anda akan patuh dan tunduk kepada saya, saya akan mencapai Anda.
3)Sifat dan kualilitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka, bila maksud dan tujuan sudah jelas, bila ekspektasi sudah dinyatakan, maka akan tumbuh sikap percaya.
Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan menganggap komunikan lainnya berlaku jujur. Tentu saja sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman kita dengan komunikan. Karena itu sikap berubah – ubah bergantung kepada komunikan yang dihadapi.
Selain pengalaman, ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya : penerima, empati, dan kejujuran.
“ Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai “, begitu tulis Anita Taylor ( 1977 : 193 ).
Menerima tidaklah berarti menyetujui semua perilaku orang lain antara rela menanggung akibat – akibat perilakunya. Menerima berarti tidak menilai pribadi orang lain berdasarkan perilakunya yang tidak kita senangi.
Empati dianggap sebagai memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosional bagi kita ( Freud, 1921 ); sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain mengalami atau siap mengalami suatu emosi ( Scotland, et al., 1978 : 12 ); sebagai “ imaginative intellectual and emotional participation in another person’s experience“ (Bennett, 1979 ).
Dalam simpati kita menempatkan diri kita secara imajinatif pada posisi orang lain. Dalam empati, kita tidak menempatkan diri kita pada posisi orang lain. Berempati artinya membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain. Dengan empati kita berusaha melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain merasakannya.
Milton J. Bennett melukiskan perbedaan antara simpati dengan empati dengan pengalaman pribadinya : “ aku dan istriku telah menemukan bahwa perbedaan antara simpati dengan empati sangat menentukan dalam komunikasi yang menyangkut hubungan ( interpersonal ). Sebagai contoh adalah pengalaman kami dalam berhubungan satu sama lain ketika sakit. Bila sakit, aku ingin ditinggalkan sendirian ( mungkin lebih baik menanggung derita dengan tabah ). Bila istriku sakit, ia ingin diperhatikan betul ( mungkin makin lebih menyenanginya ). Ketika kami baru menikah, aku ungkapkan simpatiku pada istriku dengan meninggalkannya sendirian. Tentu saja, ia akan bersimpati padaku, ketika aku sakit, dengan menanyakan apa perasaanku kira – kira 10 menit sekali. Setelah bertahun – tahun kebingungan, mengapa kami jengkel ketika kami sakit, kami menemukan bahwa kami mempunyai ekspektasi yang berbeda bagaimana sepatutnya yang sakit dilayani. Kami sekarang berusaha berempati, dan bukan bersimpati, dengan membayangkan pengalaman orang lain ketika sakit, kami memperlakukan orang lain berbeda dari caranya kami memperlakukan diri kami. ( Bennett, 1979 : 418 ).
Kejujuran adalah faktor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya. Menerima dan empati mungkin saja dipersepsi salah oleh orang lain. Kita harus jujur mengungkapkan diri kita kepada orang lain. Kita harus menghindari terlalu banyak melakukan "penopengan".
Sikap Suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap difensif dalam komunikasi.
Sikap Terbuka
Sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan – paling penting – saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal. Kepada kedua pihak yang menjalin hubungan, kepada Anda dan saya, Carl Rogers berpesan :
.... when someone understand how it feels and seems to be me, without wanting to analyze me or judge me, then I can blossom and grow in that climate.
( ... bila orang lain memahami bagaimana perasaan dan pandangan saya, tanpa berkeinginan untuk menganalisa atau menilai saya, barulah saya mendapat tumbuh dan berkembang pada iklim seperti itu ).
Teori – Teori Hubungan Interpesonal
Diposting oleh
Erni Purnamawati
on Minggu, 31 Januari 2010
Label:
Pengantar Komunikasi
0 komentar:
Posting Komentar