Ngutak Ngatik Tentang Komunikator


Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang ia katakan, tetapi juga keadaan dia sendiri. He doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Kadang – kadang siapa lebih penting dari apa.

Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis : Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang – orang baik daripada orang lain: Ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika kita tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa – apa pada kekuatan persuasifnya; sebaliknya, karakter hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilkinya.

Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik ( good sense, good moral character, good will ). Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibillity yang terdiri dari dua unsur : Expertise ( keahlian ) dan trustworthiness ( dapat dipercaya ).

Ethos atau faktor – faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman ( 1975 ) pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal : internalisasi ( internalization ), identifikasi ( identification), dan ketundukan ( compliance ).

Dimensi ethos yang paling relevan disini ialah kredibilitas – keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada komuniaktor.

Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat – sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal : ( 1 ) Kredibilitas adalah persepsi komunikate: jadi tidak inheren dalam diri komunikator; ( 2 ) Kredibilitas berkenaan dengan sifat – sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen – komponen kredibilitas. Karena kredibilitas itu masalah persepsi, kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi ( komunikate ), topik yang dibahas, dan situasi.

Hal – hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia berkelakuan komunikasinya disebut prior ethos ( Andeersen, 1972 : 82 ).

Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan.
1.Keahlian
adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau terlatih.

2. Kepercayaan

adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan, dan etis ? Aristoteles menyebutkan “ good moral character “. Quintillianus menulis, “ A good man speak well “; orang baik berbicara baik.

Koehler, Annatol, dan Applbaum ( 1978 : 144 – 147 ) menambahkan empat komonen lagi : ( 1 ) dinamisme; ( 2 ) sosialisme ; ( 3 ) koorientasi; dan ( 4 ) karisma.

Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu – ragu, lesu, dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi. Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.

Sosialibilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai seorang yang periang dan senang bergaul.

Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai – nilai kita. Sosialibilitas dan Koorientasi sebetulnya – menurut penulis buku ini – harus dimasukkan sebagai komponen atraksi.

Kharisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda – benda disekitarnya,

Atraksi ( Attractiveness )
Faktor – faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal (lihat Bab 4 ) : daya tarik fisik, ganjaran, kesamaan, dan kemampuan. Kita cenderung menyenangi orang – orang yang tampan atau cantik, yang banyak kesamaannya dengan kita, dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita.

Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasif. Komunikator yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya dengan komunikate. Kenneth Burke, ahli retorika, menyebut upaya seperti ini sebagai “ strategy of identification “. Herbert W. Simons ( 1976 ) menamainya sebagai “ establising common grounds “. Kita dapat mempersamakan diri kita dengan komunikate dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai – nilai sehubungan dengan suatu persoalan.

Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif.
1.Kesamaan mempermudah proses penyandibalikan ( decoding ), yakni proses penterjemahan lambang – lambang yang diterima menjadi gagasan – gagasan.

2.Kesamaan membantu membangun premis yang sama. Premis yang sama mempermudah proses deduktif. Ini berarti bila kesamaan disposisional relevan dengan topik persuasi, orang akan terpengaruh oleh komunikator.

3.Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Kita cenderung menyukai orang – orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan kita. (Sumber baxcaan : Psikologi Komunikasi)

0 komentar:

Posting Komentar